JAKARTA - Guru Besar Tetap dalam Bidang Korosi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Rini Riastuti menyebut, korosi atau karat merupakan peristiwa yang mampu merusak struktur logam sehingga menyebabkan kerugian dari sisi ekonomi hingga kesehatan.
Dia melanjutkan, kerugian kesehatan tersebut bisa timbul akibat berbagai kontaminasi. Sehingga, hal itulah yang membuat Rini menelaah pencegahannya.
“Korosi dikenal awam dengan istilah karat. Korosi logam terjadi akibat penurunan kualitas atau perusakan permukaan logam pada lingkungan yang agresif berupa cairan, gas, atau tanah,” ujar Rini saat berpidato dalam pengukuhannya sebagai guru besar tetap di Makara Art Center UI, Depok, dikutip Jumat (7/7/2023).
Korosi lanjut dia, menyebabkan penampilan visual benda menjadi buruk, bahkan industri dinilai bakal mengalami plant downtime atau waktu henti pabrik karena harus mengganti peralatan yang terkorosi.
Dia juga mencontohkan kerugian kesehatan yang ditimbulkan korosi. Misalnya, apabila kaleng kemasan makanan penyok, makanan yang ada di dalamnya akan terkontaminasi lapisan timah putih dalam kaleng yang terkelupas.
Adapun terdapat upaya untuk mengendalikan dan menghambat reaksi korosi. Pertama, melalui penggunaan inhibitor yang aman. Inhibitor adalah zat kimia, yakni organik dan anorganik, yang ditambahkan ke sistem dalam jumlah sedikit, dan membentuk lapisan pasif pada permukaan logam yang akan diproteksi. Biasanya, kata dia, inhibitor berupa cairan ataupun uap yang digunakan pada pipa transportasi air dan minyak ataupun gas.
Saat ini, mahasiswa Departemen Metalurgi dan Material FTUI banyak melakukan penelitian pemanfaatan tumbuhan, baik daun, buah, maupun kulit kayu, untuk dijadikan inhibitor. Contoh yang sudah diteliti adalah daun sirih, daun teh hijau, daun teh putih, daun sirsak, daun bayam merah, buah jamblang, kayu secang, kulit buah manggis, dan masih banyak lagi.