Jadi, Apa Benar Pelajar Masa Kini Gampang “Kena Mental”?
Tapi, meskipun terkesan bahwa pelajar masa kini memiliki lebih banyak tantangan dan mudah “kena mental”, nyatanya bisa saja tidak demikian. Kembali lagi kepada perkembangan teknologi dan media sosial. Mungkin saja bukan pelajar masa kini yang lebih mudah “kena mental”, tapi kita yang semakin sadar terhadap hal-hal terkait kesehatan mental sehingga masalah terkait kesehatan mental menjadi lebih mudah teridentifikasi.
Masih berdasarkan survei yang sama dari American Psychological Association, ditemukan bahwa gen Z lebih cenderung mencari bantuan kesehatan mental dibandingkan generasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin saja mereka lebih paham, peka, dan peduli terhadap kesehatan mental mereka dibandingkan generasi sebelumnya.
Dulu, kita mungkin tidak mengenali gejala-gejala depresi dan kecemasan. Kita mungkin hanya menganggap hal tersebut sebagai perasaan sedih dan takut biasa. Tapi, seiring berjalannya waktu, saat ini kita memahami bahwa mungkin saja perasaan-perasaan negatif yang kita rasakan sebaiknya dikonsultasikan lebih lanjut dengan tenaga kesehatan mental profesional.
Maraknya persebaran berita juga akhirnya membuat seakan-akan semakin banyak kasus pelajar yang “kena mental”. Padahal, bisa saja memang karena sebelumnya kita yang tidak bisa mengakses berita-berita tersebut. Coba bayangkan masa belasan atau puluhan tahun yang lalu. Masa-masa di mana telepon genggam tidak secanggih saat ini.
Masa-masa di mana mungkin masih ada televisi yang tidak jernih. Masa-masa di mana kita masih menggunakan layar tancap untuk menonton bersama. Tentunya kondisi ini berbeda dengan masa sekarang di mana kita sudah bisa mengetahui banyak hal hanya dengan mengetik dan mencarinya menggunakan gadget.
Jadi, dibandingkan kita sibuk memberikan stigma, alangkah lebih baik jika kita bersama-sama menciptakan lingkungan yang positif bagi generasi masa kini, khususnya para pelajar, dan berusaha memberikan fasilitas yang memadai untuk perkembangan mereka, termasuk untuk menjaga kesehatan mental mereka.
Ditulis oleh :
Khairunnisa Fahira Dumbi, S.Psi
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
(Widi Agustian)