JAKARTA - Ketika anak mengalami trauma karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), psikologi dari Universitas Indonesia (UI) Rosdiana Setyaningrum, M.Psi, MHPED menjelaskan bahwa tak hanya anak yang harus melakukan terapi, melainkan orangtuanya juga perlu.
"Anak itu sebetulnya kalau dia melihat saja dia bisa trauma. Jadi sebenarnya yang harus di-handle itu adalah abuser-nya. Karena kalau anaknya trauma kan harus ada penanganan tuh. Karena kalau kekerasan itu traumanya dalam dan harus ditangani sama profesional," kata Rosidana dikutip dari Antara, Selasa (11/10/2022).
"Tapi percuma kalau sudah ditangani anaknya trauma tapi di rumah terjadi lagi. Yang ada itu bisa jadi tambah parah karena dia merasa itu cycle yang dia nggak bisa stop. Dan kalau yang diterapi cuma anaknya, nanti dia akan merasa bahwa dia adalah penyebab," sambungnya.
Jika anak tidak melakukan terapi ketika mengalami trauma karena KDRT, hal ini bisa saja berdampak pada kehidupannya di masa dewasa.
Seperti nantinya bisa memengaruhi hubungan asmara anak di masa depan.
Meski begitu, Rosdiana menjelaskan bahwa hal ini tidak selalu terjadi. Karena setiap orang akan memiliki dampak yang berbeda-beda saat mengalami trauma tersebut.