“Nah, pertimbangan lain mengapa kosakata ini bisa masuk adalah dari frekuensi penggunaan yang sering di media (terutama media sosial). Frekuensi penggunaan yang sering akan menyebabkan kosakata menjadi populer dan tentu orang perlu menelusuri makna yang dimaksud. Tentu saja Badan Bahasa bertanggung jawab untuk menjelaskannya,” sambungnya.
“Di samping itu, kosakata Bahasa Indonesia tidak ada untuk pemaknaan yang seperti makna kata oppa, yaitu panggilan dari perempuan kepada laki-laki lebih tua, biasanya yang memiliki hubungan dekat atau sudah kenal cukup lama. Bahasa Indonesia mempunyai kosakata mas, paklik, dan pakde, tetapi maknanya bisa bebas gender (terserah bisa wanita-pria, atau pria-pria). Nah, artinya kita tidak punya kosakata itu sehingga untuk mengisi kekosongan leksikal (baca kata), masuklah kosakata itu ke KBBI, kebetulannya dari bahasa Korea,” jelasnya.
Dr. Dany Ardhian juga menjelaskan adanya alasan lain bahwa kosakata ini ada unsur honorifiknya.
Honorifik ini untuk penghormatan kepada seseorang (bisa karena faktor usia, status sosial, gender, atau agama).
Ini menjadi alasan bagus bagi Badan Bahasa untuk memasukkan kosakata ini. Banyak kosakata baru yang bermunculan, tetapi tidak terakomodasi (misalnya karena kata-kata kotor, tabu, kasar) meskipun sudah populer di masyarakat.