Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kisah Miris Anak-Anak Uganda yang Drop Out dari Sekolah

Antara , Jurnalis-Kamis, 07 April 2022 |08:00 WIB
Kisah Miris Anak-Anak Uganda yang <i>Drop Out</i> dari Sekolah
Anak-anak di Uganda putus sekolah. (Foto: Reuters)
A
A
A

KAMPALA - Seperti anak-anak lain di Uganda, Bridget Nabawanuka tak sabar ingin bertemu kawan-kawannya lagi setelah sekolahnya yang ditutup lama akibat pandemi dibuka kembali. Namun, melonjaknya biaya pendidikan telah mengubur keinginannya.

Bocah perempuan tujuh tahun itu kini membantu ibunya berjualan makanan di Ibu Kota Kampala. Dia adalah satu dari sekian banyak anak Uganda yang terpaksa keluar dari sekolah karena orang tua mereka tak mampu membayar biaya pendidikan.

"Setiap pagi dia tanya ke saya kapan dia bisa sekolah lagi," kata ibunya, Agnes Nangabi, yang berharap bisa menabung cukup uang untuk mendaftarkan anaknya di sekolah negeri yang biayanya lebih murah.

BACA JUGA:Anak Putus Sekolah di Kota Bogor Dapat Vaksinasi Covid-19

Pendidikan dasar dan menengah seharusnya gratis di negara Afrika Barat itu, tapi sebagian besar sekolah milik pemerintah mengaku tak mendapat dana yang cukup untuk menutupi biaya operasional.

Sekolah-sekolah itu akhirnya mengenakan biaya apa pun pada orang tua murid, mulai dari ujian sampai tisu toilet. Banyak kepala sekolah mengabaikan seruan kementerian pendidikan untuk tidak mengenakan biaya lebih besar dari sebelum pandemi, kata dua advokat hak asasi manusia.

Keduanya telah mengajukan gugatan terhadap pemerintah agar biaya pendidikan diatur sesuai janji mereka pada 2018. Gugatan itu akan disidangkan lagi pada 25 April.

"Banyak sekali anak-anak yang drop out, karena berkurangnya penghasilan… dan efek langsung dari kenaikan uang sekolah," kata salah satu advokat, Andrew Karamagi, yang menggambarkan situasi itu sebagai "privatisasi tanpa regulasi".

Saat dimintai komentarnya tentang gugatan itu, kementerian pendidikan mengatakan mereka sedang menyelesaikan regulasi biaya pendidikan yang akan mencakup sanksi bagi sekolah yang melanggar aturan.

"Kementerian tidak melarang sekolah mengenakan biaya tetapi mereka harus mengajukan permohonan secara formal jika ingin menaikkan uang sekolah," kata juru bicara Mugimba Dennis.

Sekolah pemerintah umumnya meminta bayaran sekitar 200 ribu shilling (Rp804 ribu) per termin, sedangkan uang sekolah swasta mulai dari 500 ribu sampai 1 juta shilling (Rp4,02 juta).

Tahun ajaran di Uganda berlangsung dari Februari sampai Desember dan dibagi ke dalam tiga termin.

Nangabi memiliki dua anak lain dan menjadi satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga. Penghasilannya yang sekitar 15-30 ribu shilling per hari tak cukup untuk membayar biaya sekolah Bridget yang mencapai 170 ribu shilling (Rp683 ribu), naik 20 persen dari sebelum pandemi.

 Karamagi mengatakan biaya sekolah yang mencekik akan berdampak tidak adil bagi keluarga-keluarga miskin.

"Pendidikan, yang seharusnya merupakan penyetara, telah menjadi pemisah (atau) pembeda masyarakat," kata dia.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement