JAKARTA - Plt. Deputi Bidang Fasilitas Riset and Inovasi BRIN, Agus Haryono, menjelaskan kebijakan fasilitasi riset untuk riset-riset bertema kebijakan (policy research), serta proses kelaikan etik dan fasilitas pendanaan untuk riset-riset tersebut sudah diatur sedemikian rupa.
“Sebagai funding agency, deputi kami memberikan pendanaan untuk kegiatan riset dan inovasi. Ada tiga tingkatan fasilitas riset dan inovasi, dimulai dari pengembangan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), skema kompetisi, dan skema yang mendekati ke implementasi atau komersialisasi. Semuanya kita dorong untuk banyak berkolaborasi dengan banyak pihak,” kata Agus dalam webinar bertema “Iklim Riset dan Produksi Pengetahuan di Masa Depan”.
Ia menjelaskan, saat ini ada delapan jenis skema fasilitasi riset dan akan terus bertambah. Sementara itu, BRIN telah mengembangkan regulasi turunan, meskipun masih berbentuk peraturan BRIN, terkait klirens etik yang didalamnya termasuk mengenai izin peneliti asing.
“Kami berharap aturan-aturan yang sedang kami buat tidak menyulitkan bagi periset karena kami yakin kita membutuhkan kolaborasi sebesar-besarnya dengan berbagai pihak.” imbuh Agus.
Lebih lanjut, Direktur Pendidikan Tinggi dan IPTEK, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Tatang Muttaqin, menyampaikan tentang proses teknokratis dalam mengonsolidasikan kebijakan berbasis bukti.
“Dari riset kebijakan, secara regulasi ada irisan antara UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Sisnas IPTEK, Bappenas mengonsolidasikan dan BRIN melakukan kajian dan menyampaikan rekomendasi. Dalam dua proses tersebut yang dikenal dengan proses teknokratis agar kebijakan berbasis bukti dapat dikonsolidasikan, titik temu ini yang kita cari dan akan menjadi sebuah tradisi untuk menghasilkan policy terbaik untuk berkontribusi pada peningkatan ekonomi.” kata Tatang.