HARDIKNAS atau Hari Pendidikan Nasional ditetapkan pada 2 Mei diambil dari hari kelahiran tokoh pendidikan Ki Hadjar Dewantara (1889 - 1959). Sosok aktivis dan tokoh pergerakan kemerdekaan asal Yogyakarta itu meninggalkan banyak legacy bagi dunia pendidikan nasional, di antaranya lembaga pendidikan Taman Siswa di Jogja.
Salah satu semboyan yang berasal dari Ki Hadjar Dewantara ialah: "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani", artinya "Di depan harus memberi contoh yang baik, di tengah-tengah harus menciptakan ide dan prakarsa, di belakang harus bisa memberi dorongan dan arahan. Semboyan tersebut, misalnya tut wuri handayani menjadi motto dan logo Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Bangsa Indonesia perlu melestarikan jiwa dan semangat Hari Pendidikan Nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan berkaitan dengan penanaman watak, karakter dan penghayatan sistem nilai, bukan sekadar transmisi pengetahuan dan keterampilan semata. Dunia pendidikan harus dikelola dengan baik, bukan sekadar untuk melayani kebutuhan pasar, melainkan untuk masa depan bangsa, negara dan kemanusiaan dalam pengertian luas.
Sejalan dengan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, negara melalui peran pemerintah punya tanggungjawab memfasilitasi dan mengelola kebijakan publik di bidang pendidikan. Dunia pendidikan memiliki ruh, filosofi dan nilai-nilai yang inheren dengan tujuan bernegara dn ideologi nasional. Pemerintah dan segenap unsur masyarakat harus membangun pendidikan Indonesia yang berbeda dari sekadar pendidikan di Indonesia
Kemajuan bangsa tidak terlepas dari peran dunia pendidikan. Generasi terpelajar adalah produk dari pendidikan yang terbentang sejak dari rahim ibu, pendidikan dalam keluarga, pendidikan di sekolah dan di tengah masyarakat.
Dalam perspektif Islam, tujuan pendidikan tidak bisa dipisahkan dari tujuan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Allah dan khalifah-Nya di bumi.