SOLO – Solo, Sala atau Surakarta Masyarakat Kota Bengawan acapkali bingung membedakan nama -nama tersebut. Kerancuan juga dialami oleh masyarakat di berbagai daerah.
Masyarakat ada yang menyebut Kota Bengawan dengan nama Solo atau Surakarta. Selain itu, dalam hal penulisan dan pelafalannya pun, masyarakat ada yang suka menggunakan nama “Solo” dan ada juga yang “Sala”.
Lalu, manakah nama yang benar? Untuk mengetahui jawabannya dan bagaimana cerita sejarah yang mengakibatkan lahirnya nama Solo, Sala, dan Surakarta, uns.ac.id langsung menemui Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Warto untuk menanyakan hal tersebut.
Baca Juga: Solo Paling Cepat Lakukan Vaksinasi Covid-19
Saat ditemui di ruang kerjanya di Gedung 3 FIB UNS, Selasa (16/2/2021), Prof. Warto pertama-tama menerangkan sejarah dibalik nama Solo dan Sala. Ia mengatakan pada awalnya nama yang benar adalah Sala.
Alasannya, karena kota yang berada di tepi Sungai Bengawan Solo ini dulunya merupakan sebuah desa “perdikan” yang bernama Desa Sala. Dahulu, desa ini dipimpin oleh seorang kiai bernama Ki Gede Sala atau biasa disebut juga Kiai Sala.
“Itu nama yang punya sejarah panjang. Jadi, Kota Solo yang sekarang kita kenal itu kan awalnya dari sebuah perpindahan kerajaan dari Kartosuro ke Surakarta (red: Desa Sala) tahun 1745,” terang Prof. Warto.
Baca Juga: Wali Kota Solo Ungkap Pernah Ditawari Jabatan Wakil Menteri PUPR, tapi Ditolak
Lalu, seiring kedatangan orang-orang Belanda, penyebutan nama Sala yang semula menggunakan huruf “a” berubah menjadi “o” sehingga pelafalannya berubah menjadi Solo.
“Dengan huruf 'a'. Ingat huruf Jawa ‘o’ dan ‘a’ punya perbedaan yang sangat penting. Kalau Sala ditulis dengan huruf Jawa nglegena atau telanjang. Kalau di- taling-tarung jadi ‘o’ makanya So–lo gitu. Dan, alasannya Sala jadi Solo karena orang Belanda susah ngomong Sala,” jelasnya.
Follow Berita Okezone di Google News