JAKARTA - Dukungan dari kalangan akademisi Fakultas Kehutanan terus bertambah agar DPR dan pemerintah membahas ulang RUU Pertanahan dan tidak mengesahkannya pada DPR periode ini. Kali ini dukungan di sampaikan Guru Besar Ilmu Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Pajajaran Bandung Ida Nurlinda.
Dia menyatakan RUU Pertanahan tersebut harus ditunda dan dikembalikan kepada semangat yang terkandung dalam Ketetapan MPR No IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Baca Juga: Cantik dan Pintar, Diah Ayu Berhasil Sabet Gelar Doktor
“Pada hakikatnya penyusunan RUU Pertanahan memperhatikan prinsip-prinsip pembaruan agraria sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 dan arah kebijakan pembaruan agraria sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 5 Ketetapan MPR No IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam,” ucap Ida.
Dia menambahkan, RUU Pertanahan merupakan RUU inisiatif DPR dan di inisiasi sudah cukup lama, yakni pada 2012. Pada awalnya substansi pengaturannya tidak melebar seperti saat ini. Namun, setelah DIM pemerintah masuk, ruang lingkup pengaturan RUU Pertanahan menjadi sangat melebar.
“Substansi pengaturan yang melebar seharusnya pembahasan, penggodokannya melibatkan banyak pihak yang terkait dengan substansi pengaturan tersebut. Kenyataannya, pembahasan RUU ini cenderung eksklusif tidak melibatkan partisipasi pihak-pihak terkait secara maksimal. Tidak saja partisipasi di intern pemerintah yang kewenangannya terkait/ bersinggungan dengan aspek pertanahan, tetapi juga di intern DPR itu sendiri,” ucapnya.
Baca Juga: Anselmus Tan, Sekretaris BPP Kemendagri Promosi Doktor Ilmu Pemerintahan Unpad
RUU Pertanahan, lanjut Ida, sejatinya dibuat untuk melengkapi dan memperkuat UUPA seperti yang dimaksud lex spesialis dari UUPA yang merupakan lex generalis-nya. Namun, substansinya justru banyak hal yang bertentangan dengan UUPA sehingga melemahkan kedudukan UUPA itu sendiri.
Ida mencontohkan pemberian HGU yang didahului dengan pemberian hak pengelolaan. Jelas itu tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 28 ayat (1) UUPA yang menegaskan bahwa HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara.