Data Forlap Dikti per 6 Oktober menunjukkan, masih ada 239 kampus berstatus nonaktif. Ratusan perguruan tinggi ini melakukan berbagai pelanggaran hingga menyebabkan status mereka berubah.
Selama menyandang status nonaktif, ada beberapa larangan serta sanksi yang harus dipatuhi perguruan tinggi. Dikutip dari laman Forlap Dikti, Selasa (6/10/2015), jika suatu program studi (prodi) berstatus nonaktif, maka prodi tersebut dilarang menerima mahasiswa baru untuk tahun akademis baru.
Sebagai sanksi, prodi tersebut juga tidak memperoleh layanan Ditjen Kelembagaan Iptek Dikti dalam bentuk beasiswa, akreditasi, pengurusan nomor induk dosen nasional (NIDN), sertifikasi dosen, hibah penelitian, partisipasi kegiatan Ditjen Kelembagaan Iptek Dikti lainnya, serta layanan kelembagaan dari Ditjen Kelembagaan Iptek Dikti. Selain itu, prodi nonaktif juga tidak memiliki akses terhadap basis data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) untuk pemutakhiran data.
Kemudian, jika perguruan tinggi berstatus nonaktif, maka kampus tersebut dilarang menerima mahasiswa baru untuk tahun akademis baru dan melakukan wisuda. Larangan wisuda ini juga diterapkan jika terjadi dualisme kepemimpinan dan atau kasus kualifikasi pemimpin yang tidak dapat dipercaya.
Sanksi bagi perguruan tinggi nonaktif serupa dengan prodi nonaktif yaitu tidak memperoleh layanan Ditjen Kelembagaan Iptek Dikti dalam bentuk beasiswa, akreditasi, pengurusan nomor induk dosen nasional (NIDN), sertifikasi dosen, hibah penelitian, partisipasi kegiatan Ditjen Kelembagaan Iptek Dikti lainnya, serta layanan kelembagaan dari Ditjen Kelembagaan Iptek Dikti. Selain itu, akses perguruan tinggi nonaktif terhadap basis data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) tertutup, baik untuk pemutakhiran data perguruan tinggi maupun keseluruhan program studi.
(Rifa Nadia Nurfuadah)