Minim Perlindungan Sosial, Mahasiswa Indonesia di Luar Negeri Serukan Reformasi Kebijakan

Kurniasih Miftakhul Jannah, Jurnalis
Selasa 15 Juli 2025 13:10 WIB
Minim Perlindungan Sosial, Mahasiswa Indonesia di Luar Negeri Serukan Reformasi Kebijakan (Foto: Freepik)
Share :

JAKARTA Mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di luar negeri menghadapi tantangan serius yang kerap luput dari perhatian: minimnya perlindungan sosial dan jaminan keselamatan kerja, terutama bagi mereka yang terlibat dalam aktivitas produktif seperti magang, riset, atau kerja paruh waktu.

Dalam rilis resminya, Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia (PPID) menyampaikan keresahan kolektif berdasarkan 48 laporan insiden yang masuk dari 18 negara sejak tahun 2022 hingga pertengahan 2025. Laporan tersebut mencakup kasus kecelakaan kerja ringan hingga berat, eksploitasi tenaga kerja, hingga indikasi perdagangan orang, terutama di wilayah seperti Jerman, Hungaria, dan Italia.

“Kami mencatat bahwa sebagian besar mahasiswa bekerja secara informal atau mengikuti program magang tanpa perlindungan memadai. Ketika terjadi insiden, banyak dari mereka harus menanggung beban sendiri,” ujar Wakil Koordinator PPI Dunia Andika Ibrahim Nasution, Selasa (15/7/2025).

Secara sistemik, tidak ada skema perlindungan sosial yang secara eksplisit mengakomodasi mahasiswa Indonesia di luar negeri, terutama dalam konteks Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Meskipun banyak mahasiswa masih tercatat sebagai peserta aktif jaminan sosial dalam negeri, akses manfaat tersebut tidak berlaku lintas negara, dan proses klaimnya tidak dirancang untuk konteks pendidikan dan kerja luar negeri.

Di sisi lain, beberapa negara mitra seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang telah memiliki skema yang mengakomodasi pelajar asing asal Indonesia, termasuk fasilitas penggantian biaya medis, asuransi kecelakaan, serta pemulangan jenazah dalam kasus kematian. Kebijakan ini terbukti meningkatkan rasa aman dan keberlanjutan studi pelajar Indonesia di wilayah tersebut.

Sementara itu, realitas yang dihadapi mahasiswa di negara-negara Eropa dan Amerika justru menunjukkan ketimpangan. Salah satu mahasiswa di Jerman, yang bekerja sebagai tenaga restoran, harus menjalani operasi tangan tanpa bantuan pembiayaan apa pun. Di Hungaria, seorang pelajar dilaporkan kehilangan dokumen dan menjadi korban jaringan kerja ilegal setelah mengikuti program magang di luar kampus.

 

“Banyak mahasiswa kami produktif, tetapi secara hukum belum diakui sebagai subjek yang wajib dilindungi. Ini celah yang perlu segera dijembatani oleh negara,” imbuh Andika.

PPID mendorong reformulasi kebijakan perlindungan sosial yang adaptif terhadap kebutuhan diaspora pelajar. Usulan tersebut meliputi:

- Pengembangan produk perlindungan khusus pelajar luar negeri,

- Perluasan manfaat JKK dan JKM dalam konteks lintas negara,

- Kerja sama bilateral dengan lembaga jaminan sosial negara tujuan studi,

- Serta pendataan mahasiswa aktif yang bekerja atau magang di luar negeri.

Di samping itu, edukasi terhadap hak-hak mahasiswa dan literasi jaminan sosial menjadi krusial. Banyak pelajar tidak memahami bahwa aktivitas magang dan kerja paruh waktu mereka mengandung risiko tinggi tanpa skema perlindungan.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Edukasi lainnya