JAKARTA - Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto meluncurkan Diktisaintek Berdampak pada hari ini, Jumat (2/5/2025) di Gedung Kemendikti Saintek, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Diktisaintek Berdampak bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
Diktisaintek Berdampak merupakan program baru yang akan menggantikan program Kampus Merdeka. Diktisaintek Berdampak merupakan komitmen dalam memastikan Diktisaintek berkembang dan berdampak bagi masyarakat dan bangsa.
"Hari ini kami semua meluncurkan sebuah inisiatif strategis, yaitu Diktisaintek Berdampak. Ini adalah sebuah komitmen kita semua untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi, sains, dan teknologi bukan hanya berkembang, bukan hanya di aktivasi oleh teman-teman di semua perguruan tinggi, tapi betul menghadirkan dampak nyata bagi masyarakat dan bangsa," ujarnya dalam peluncuran tersebut, Jumat (2/5/2025).
Menurutnya, Presiden Prabiwo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah mengamanatkan sejumlah misi besar yang tertuang dalam Asta Cita, yakni 8 program dan 17 program prioritas. Di antaranya, ketahanan nasional melalui swasembada pangan, energi, dan air, selanjutnya penguatan SDM dan pendidikan, berikutnya hilirisasi dan industrialisasi, juga kesehatan, sampai pada kesetaraan gender, penguatan disabilitas, dan ekonomi kreatif.
"Dari 8 program cepat dan 17 program prioritas, banyak hal berkaitan langsung dengan peran pendidikan tinggi, riset, SDM unggul dari mahasiswa yang nantinya lulus dan juga inovasi," tuturnya.
Dia menerangkan, sejatinya semua itu merupakan amanah dan kepercayaan untuk semuanya, khususnya Kemendiktisaintek lantaran Diktisaintek memiliki peran kunci untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Meskipun begitu, Indonesia saat ini menghadapi tantangan nyata, masih terdapat budaya-budaya di masyarakat yang menganggap, misalnya kuliah di perguruan tinggi itu kurang penting.
"Karena misalnya banyak sarjana yang sulit mendapatkan pekerjaan sesuai bidangnya. Permasalahan lain adanya akses dan kualitas antardaerah berbeda-beda dan tentunya alasan ekonomi yang menjadi penghambat utama bagi anak-anak bangsa kita tuk melanjutkan kuliah," tuturnya.
Brian menerangkan, program KIP-K sudah banyak membantu, tapi tidak bisa berhenti di sana, perlu dibangun sistem pendidikan tinggi yang berkeadilan, relevan, dan tidak kalah penting adalah yang memberikan dampak. Transformasi Diktisaintek itu harus bisa menjawab 4 hal utama, pertama bagaimana pendidikan tinggi bisa membuka akses seluas-luasnya.
"(Kedua) bagaimana kualitas di satu tempat di tempat lain bisa terjamin. Ketiga, relevansi Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi terkait kebutuhan bangsa, terkait keinginan bapak Presiden kita unuk mengejar industri, dan tak kalah penting bagaimana akhirnya bisa memberikan dampak bagi masyarakat. Maka itu, kita di sini menghadirkan Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang berdampak sebagai sebuah gerakan nasional," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Diktisaintek Togar Mangihut Simatupang menegaskan bahwa perbedaan Kampus Merdeka dengan Diktisaintek Berdampak ada di output. Dia mencontohkan program beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah).
Mendiktisaintek Brian Yuliarto memaparkan tentang 3 pilar utama Diktisantek Berdampak. Mulai dari SDM unggul, kampus menjadi simpul pertumbuhan ekonomi, hingga riset dan ekselerator kebijakan.
"Terdapat 3 pilar utama dari Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang Berdampak," ujarnya.
Menurutnya, pilar pertama adalah SDM yang unggul. Pemerintah bersama-sama dengan didukung oleh Komisi X, memperluas akses pendidikan tinggi melalui KIP Kuliah di Pusat.
Saat ini, kata dia, Kemendiktisaintek juga bersama-sama dengan pemerintah daerah, para Gubernur, Bupati, Walikota mengajak untuk membangun juga KIP-K Daerah. Kemendiktisaintek juga sedang bekerja keras mewujudkan sekolah Garuda dan beasiswa Garuda serta juga sedang menyusun program bagaimana mahasiswa bisa berdampak.
"Bukan hanya akses, tapi juga penguatan karakter dari mahasiswa bagaimana kepemimpinannya, kreativitas, sains, wirausaha, hingga kolaborasi internasional. Mahasiswa bukanlah sekedar menyiapkan diri menjadi lulusan, tapi mahasiswa semua pemimpin masa depan Indonesia Emas," tuturnya.
Brian menerangkan, pilar kedua adalah perguruan tinggi atau kampus didorong menjadi simpul pertumbuhan ekonomi daerah sekitar kampus itu berada. Pihaknya mendorong adanya mentorship di perguruan tinggi, kolaborasi antara perguruan tinggi yang sudah maju dengan perguruan tinggi yang masih berkembang dan belum berkembang.
"Kita dorong sehingga batas-batas, sekat-sekat administrasi kampus itu tak perlu lagi ada, semua dosen bisa bekerja di tempat kampus manapun. Perlatan yang ada di setiap kampus bisa digunakan oleh semua entitas perguruan tinggi sehingga keberadaan setiap fasilitas menjadi optimal. Kita juga menyusun joint degree, double degree antarsesama kampus, pertukaran dosen dan riset kolaboratif lintas budaya," paparnya.
Dia melanjutkan, pilar ketiga adalah riset dan akselerator kebijakan. Pihaknya berharap munculnya konsorsium riset tematik, kemudian pusat keunggalan berbasis bidang prioritas, platform hilirisasi, dan inkubasi startup sehingga memunculkan penguatan ekosistem komunikasi dan diplomasi sains.
"Di sinilah peran kita bersama dengan bapak ibu yang berasal dari industri, kami sungguh ingin berlari bersama para industri karena industri lokomotif kemajuan kita dan kota ingin berdiri di belakang bersama industri menjadi bekup, menjadi tempat munculnya kajian-kajian terhadap berbagai permasalahan industri," jelasnya.
Brian juga sempat mengungkap, saat ini Indonesia sedang bergerak menuju universitas generasi keempat yang melampaui fungsi pengajaran dan fungsi penelitian. Universitas tentu harus bisa menghasilkan lulusan relevan, universitas, pendidikan tinggi harus mampu membangun ekosistem pembelajaran yang lincah, juga bisa menghubungkan riset inovasi pembelajaran dengan industri, dunia usaha, dan masyarakat.
"Kemudian bekerja dengan kinerja berbasis output, bukan hanya berhenti pada proses. Inilah paradigma transformasional yang menjadi pondasi utama dari Diktisaintek yang berdampak," bebernya.
Dia menambahkan, semua tahu jika ada tridarma perguruan tinggi, ada pengajaran yang relevan dan riset yang berguna, dan ada pengabdian masyarakat yang bisa menggerakan bangsa. Namun, semua dilengkapi dengan model kolaborasi Quadruple Helix, sebagian menyebut Pentahelix yang melibatkan kampus, industri, pemerintah, dan masyarakat.
"Kalau Pentahelix ditambah media karena dampak media begitu tinggi juga tentu kita perlu bergandengan tangan bersama media memastikan gerakan ini bisa dipahami dengan benar oleh masyarakat," katanya.
(Dani Jumadil Akhir)