JAKARTA - Direktorat Pengembangan Inovasi Bisnis (Inbis) Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia kembali menggelar Bincang Atase Perdagangan dan Ngopi Bareng CEO. Acara ini menarik untuk diikuti karena tingginya minat pelajar untuk menjadi pengusaha.
Sebelumnya, Inbis PPI Dunia juga telah berhasil menyelenggarakan Bincang Atase Perdagangan di Australia dan Mesir.
Project Leader yang juga Business Development Manager dari Direktorat Pengembangan Inovasi Bisnis PPI Dunia Devira Christie menyampaikan, Jerman menjadi salah satu negara yang para pelajarnya memiliki minat yang tinggi untuk menjadi pengusaha dan eksportir.
Namun, hingga saat ini mereka masih membutuhkan banyak informasi mengenai regulasi, tata cara, serta strategi untuk memasuki pasar negara tersebut.
“Pelajar di Jerman sebenarnya banyak sekali yang berminat jadi pengusaha dan ekspor produk Indonesia ke negara ini, tapi sayangnya mereka masih bingung apa yang harus dilakukan, bagaimana regulasinya, dan apa strategi yang diperlukan untuk menembus pasar salah satu negara di Eropa ini,” pungkas Devira.
Pada kesempatan tersebut Atase Perdagangan RI di Berlin, Bayu Wicaksono, menyampaikan bahwa salah satu tahap yang perlu dilalui jika ingin memulai bisnis di Jerman adalah memahami karakteristik konsumen.
“Penting untuk kita memahami karakteristik konsumen Jerman yang dikenal terus terang, tepat waktu, sistematis, teratur, dan introvert” jelas Bayu.
Lebih lanjut, Bayu mengatakan bahwa dari segi permintaan, konsumen Jerman memiliki daya beli yang kuat namun masih sangat membanggakan produk dari negara mereka sendiri. Untuk itu, perlu kesabaran dan ketekunan untuk mendapatkan perhatian dari konsumen Jerman.
“Ketekunan dan kesabaran untuk mencari buyer di sini juga tidak kalah penting. Tunjukkan bahwa produk kita juga kompetitif,” ujar Bayu.
Beberapa pengusaha asal Indonesia juga turut hadir dalam acara ini, salah satunya Co-founder Kedai Kopi Meramanis Andru Thifaldy yang berlokasi di kota Cologne. Munculnya kedai kopi ini berawal dari tingginya permintaan konsumen Jerman terhadap kopi asal Indonesia.
Meramanis mengawali usahanya dengan membuat stan-stan kopi asal Indonesia dan masih melakukan roasting kopi dalam skala kecil hingga saat ini menjadi salah satu market leader untuk produk specialty coffee asal Indonesia di kota tersebut.
Andru membagikan strategi yang perlu diperhatikan untuk menjadi pebisnis di Jerman. Menurutnya, perlu melakukan riset pasar sebelum memulai bisnis di wilayah tertentu, khususnya Jerman.
“Langkah utama yang perlu dilakukan calon pengusaha di Jerman adalah melakukan riset pasar, termasuk mempelajari kondisi geografis, preferensi konsumen, dan identifikasi kompetitor di wilayah tujuan bisnis kita,” terang Andru.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, menurut Andru, analisis berkelanjutan dari segi validasi market dan adaptasi market juga perlu dilakukan.
“Validasi market termasuk timbal balik konsumen, penerimaan pasar, pre-order dan penjualan, serta perhitungan konversi uang perlu dikaji secara berkala,” ujarnya,
Selain itu, turut hadir pula CEO Javabel Furniture, Rebecca Cut Ratridiani, yang menekuni bisnis industri furnitur di kota Hamburg. Furnitur buatan pengrajin di kota Solo, Jawa Tengah ini telah resmi teregistrasi di Jerman sejak 2 tahun lalu. Saat ini Javabel tidak melakukan penjualan secara massal melainkan lebih berfokus pada industri hospitality seperti hotel, apartemen, dan restoran. Rebecca menyampaikan bahwa hal yang membuat Javabel dapat bertahan hingga saat ini adalah konsistensinya dalam menciptakan produk yang ramah lingkungan.
“Sebagaimana kita ketahui, konsumen Jerman sangat menyukai produk yang ramah lingkungan dan sustainable. Hal itulah yang kemudian terus kami pertahankan. Di samping itu, kami juga menghindari jumlah limbah industri dengan memanfaatkan segala limbah buangan untuk diolah menjadi bagian-bagian produk baru, misalnya pada dekorasi-dekorasi kecil, cermin, dan sebagainya,” ucap Rebecca.
Hadir secara fisik dalam kegiatan ini para pelajar Indonesia yang menempuh studi pada berbagai wilayah di Jerman. Malminka Kanza Sulistya, salah satu pelajar dari Akademie Deutsche Pop Leipzig rela menempuh perjalanan selama 3 jam demi belajar langsung mengenai bisnis dan ekspor dalam kegiatan ini.
“Kami selaku pelajar sangat senang diberikan kesempatan untuk bertemu langsung dengan Bapak Atase Perdagangan Berlin dan para pengusaha yang ada di Jerman untuk belajar langsung mengenai situasi pasar dan apa saja yang perlu diperhatikan sebelum memulai bisnis di negara ini. Saya berharap, komunikasi antara pelajar dan para pemangku kepentingan ini dapat terus terjalin untuk menciptakan generasi pengusaha muda khususnya di wilayah Jerman,” tutup mahasiswi yang juga merupakan Section Secretary of Studentpreneur Acceleration Inbis PPI Dunia ini.
(Feby Novalius)