JAKARTA - Sebagai pencinta anabul alias anak bulu, kamu semestinya bisa menebak dan mengamati bagaimana mengetahui bahasa kucing. Prof. Dr. Ir. Ridi Ferdiana, S.T., M.T., IPM, pimpinan muda di lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) meneliti bahasa kucing.
Dosen Teknik Elektro Fakultas Teknik ini berhasil menyandang profesor pada usia 39 tahun. Tidak hanya berhasil meraih gelar akademik tertinggi, namun ia juga tengah mengemban amanah mengurusi teknologi informasi di tingkat universitas.
Ia pernah meneliti soal bahasa kucing dengan bekerja sama dengan Samsung dengan mengumpulkan sampel 35 hingga 40 ribu video kucing di aplikasi YouTube. Dari riset ini diketahui suara kucing dan perilaku yang dilakukannya.
“Kita petakan berdasarkan ras kucing dan suaranya, suara kucing ingin kawin, suara kucing lagi sedang marah, kita klasifikasi mood kucing. Sekitar 35-40 ribu video kucing kita kumpulkan dari YouTube, lalu kita ekstrak audionya, kita koneksikan dengan deskripsi yang tertera di video itu. Angan-angan saya suatu saat nantinya dari gawai kita, bisa tahu suara kucing ketika lagi lewat, kita tahu ia lagi ingin apa, agar kita bisa kita tahu apa yang harus dilakukan,” katanya dalam laman resmi UGM, Selasa (3/10/2023).
BACA JUGA:
Soal tips agar seorang dosen bisa mengejar gelar profesor lebih cepat seperti dirinya di bawah usia 40 tahun, menurut Ridi, seorang dosen tetaplah konsisten dalam mengajar dan riset secara bersamaan dan berani berkata tidak pada hal yang tidak sesuai dengan kompetensinya. “Misalnya kita ditawari sebuah pekerjaan tidak kompeten berujung jadi administrasi, lebih baik ditolak. Tidak semuanya kita tolak, namun tidak semua kita terima, tapi ada personal target yang mesti kita gapai,” katanya.
Manfaatkan AI
Tidak hanya mengumpulkan buku di perpustakaan, Ridi juga tidak segan-segan untuk berlangganan jurnal yang tidak disediakan oleh fakultas atau Universitas agar mendukung riset yang ia lakukan. Bahkan beberapa kerja sama riset yang sudah dia lakukan diantaranya dengan Microsoft Jepang tahun 2019 melakukan riset kecerdasan buatan berempati.
BACA JUGA:
“Yang kita lakukan bagaimana AI itu paham unggah-ungguh. Bisa ngomong dengan user yang sebaya atau seumuran sehingga bisa lebih gaul,” katanya.
Selain itu, ia juga pernah melakukan riset soal kebiasaan masyarakat memulai percakapan saat mengetik pesan di sebuah aplikasi percakapan. “Waktu itu saya riset soal perilaku masyarakat kita saat mengetik di smartphone. Kita sampai tahu anak SMP itu misalnya sering ngomong apa, ngobrol formal atau informal, menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa. Kita tahu keyboard virtual itu menyimpan apa yang sering kita tulis,” jelasnya.
(Dani Jumadil Akhir)