YOGYAKARTA - Sudah saatnya generasi penerus bangsa pergi ke museum. Selain kaya literasi budaya, bisa juga berwisata budaya. Sayangnya, dari 42 museum di Yogyakarta, baru 7 museum yang sering dikunjungi.
Pengamat Museum yang juga Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM), Prof Tri Kuntoro Priyambodo mengungkapkan, berdasarkan data yang dia miliki, di DI Yogyakarta ada 42 museum yang sudah tergabung dalam asosiasi. Dan masih ada 20 museum yang belum masuk dalam asosiasi.
"Semua bisa dikunjungi, namun 7 museum yang besar," ujar dia dikutip, Selasa (26/9/2023).
Dia menyebut museum yang paling banyak dikunjungi adalah Taman pintar, di mana pertahun mencapai jumlah pengunjung sebanyak 700 ribu orang. Kemudian Keraton Yogyakarta mencapai 461 ribu orang setiap tahunnya.
Kemudian Museum Benteng Vredeburg yang jumlah pengunjungnya mencapai 403 ribu pertahun. Kemudian Museum Sono Budoyo mencapai 280 ribu orang per tahun. Dan museum Kebun Binatang Gembiraloka mencapai 271 ribu orang.
"Gembiraloka itu masuk sebagai museum karena ada beberapa hewan yang mati kemudian diawetkan dan dipajang," ucapnya.
Setelah itu ada Museum Kedirgantaraan milik dari TNI AU yang dikunjungi 250 ribu orang per tahun. Dan Monumen Jogja Kembali kunjungannya mencapai 200 ribu orang setiap tahunnya. Kondisi ini sangat timpang dengan museum-museum kecil.
Menurutnya, sudah saatnya pengelola museum kecil untuk mereorientasi pendirian museum mereka. Apakah bertujuan untuk edukasi ataukah kemudian untuk tujuan wisata. Karena pengelolaannya tentu sedikit berbeda antara kedua jenis museum tersebut.
"Kemudian juga perlu adanya peningkatan kapasitas dari SDM pengelolanya," tuturnya.
Di samping itu, pengelola perlu memanfaatkan perkembangan teknologi dalam melakukan promosi. Karena saat ini teknologi tidak bisa dilepaskan untuk dapat mengedukasi pengunjung, utamanya para siswa.
Dia mengatakan bahwa teknologi sendiri merupakan produk budaya. Melalui teknologi pula dapat menggali ketertarikan generasi penerus terhadap kebudayaan lokal.
“Kita jangan mengambil jarak dengan teknologi. Teknologi bagi mereka (siswa) sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Kita dalam pengembangan budaya sudah branded didalamnya (teknologi),” kata dia.
Kepala Taman Pintar Yogyakarta, Retno Yuliani mengatakan, inovasi pelestarian dan pengembangan budaya memang membutuhkan sentuhan teknologi. Artinya melalui teknologi ini dapat mendekatkan generasi muda agar lebih mencintai budaya.
BACA JUGA:
“Teknologi adalah kunci untuk mencintai budaya. Contohnya Kita buat alat peraga yang kekinian, ada ICT kita bisa klik bangunan-banguan heritage, kemudian muncul keterangan dan bisa swafoto,” jelasnya.
Di Taman Pintar ada alat peraga 'Nglaras Budaya' yang memuat konten atau informasi 21 bangunan heritage di Yogyakarta seperti Tugu Pal Putih, Kraton Yogyakarta, Panggung Krapyak, Pura Pakualaman, Gereja Santo Antonius, dan sebagainya.
(Marieska Harya Virdhani)