DEPOK – Para santri lulusan pondok pesantren diminta untuk mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Bekal ilmu agama yang diperoleh selama berada di pesantren, menjadi pedoman untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi.
Sebanyak 16 santri lulus dari Pesantren Mahasiswa Al Hikam Depok. Mereka telah menyelesaikan misi belajarnya di pesantren. Selain santri, mereka ini juga berstatus mahasiswa.
"Lulus dari Al-Hikam bukan berarti selesai menjadi santri. Wisuda bukan berarti berhenti menjadi santri, wisuda ini hanya menyimbolkan selesai belajar di Al-Hikam tetapi harus tetap dilanjutkan belajar di tempat lain," tutur Pengasuh Pesantren Mahasiwa Al Hikam Depok H. M. Yusron Shidqi, dikutip Senin (25/9/2023).
Gus Yus, sapaanya, pada sambutannya berargumen rata-rata umat Islam melihat dunia hanya membaca mikrokosmos yang ada di dalam Alquran, baru setelah itu membaca makrokosmos.
BACA JUGA:
“Sayangnya yang kita khawatirkan adalah orang-orang yang kuliah di kampus-kampus dikatakan dengan kampus non-agama atau umum hanya berhenti untuk melihat agama ini dari makrokosmos kemudian tidak membaca Alquran. Kemudian bagaimana orang yang hafal Alquran ini berhenti hanya membaca Alquran tapi tidak mau membaca kehidupan?” katanya.
Sebab itu, kata dia, pesantren ini hadir sebagai salah satu upaya menjawab pertanyaan tersebut. Mengingat, tujuan utama didirikannya pesantren yaitu untuk menjembatani mahasiswa yang belajar ilmu-ilmu umum agar tetap bisa belajar agama di tengah kota.
Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia Athor Subroto pada kesempatan itu menyampaikan orasi ilmiahnya tentang Santri Berkontribusi di Kancah Internasional: Menjaga Tradisi dan Kembangkan Inovasi.
“Adanya efek geopolitik, geoekonomi dan geostrategi yang membuat kehidupan tidak seimbang. Belum lagi pemanasan global dan perubahan iklim yang hingga saat ini menjadi perhatian utama masyarakat dunia,” ungkapnya.
BACA JUGA:
Adanya transformasi digital yang bergerak dengan cepat, sebutnya, dibutuhkan kesiapan mental dan fisik yang baik. “Ada banyak cerita yang pintar secara akademik tetapi tidak cukup siap menghadapi perubahan dalam transformasi digital ini. Tidak siap menerima perubahan,” ucapnya.
Sebab itu, transformasi yang cepat ini para santri perlu mengenal tradisinya sendiri. Pintar secara akademik saja tidak cukup sebagai bekal.
“Saya kira Anda akan lebih siap, karena mental dari pesantren saya kira akan lebih cepat bisa beradaptasi dan memiliki tradisi yang membuat sesuatu itu jauh lebih smooth ketika terjadi perubahan dan ini yang tidak didapatkan oleh banyak mahasiswa lain yang tidak melengkapi dirinya dengan ilmu agama,” tuturnya.
BACA JUGA:
Sebelum menutup orasinya, Athor berpesan agar para santri maupun wisudawan dapat terus merawat tradisi dan melakukan inovasi. Sebab, inovasi akan muncul untuk menghilangkan keluhan pada proses.
“Mudah-mudahan tradisi selama ini yang telah kita junjung semoga mendorong inovasi dan membuat kehidupan menjadi positif,” katanya.
(Marieska Harya Virdhani)