Tahapan-tahapan PDKT
Katanya di dunia ini nggak ada yang instant dan semua ada prosesnya. Memang iya. Bahkan PDKT juga gak instant, lho.
Setiap hubungan, baik hubungan persahabatan, pertemanan, maupun PDKT akan melalui tingkatan-tingkatan tersendiri hingga mencapai sebuah hubungan yang intim.
Analogi yang sering digunakan adalah dengan membayangkan seseorang seperti bawang dengan lapisan yang bisa dikupas, ketika suatu hubungan berkembang, mitra relasional bergerak melampaui lapisan awal, terus mengupas untuk mencapai pengungkapan yang lebih dalam atau penting bagi setiap orang dalam hubungan sebagai individu (Pennington, 2015: 5).
Apa sajakah tahapan-tahapan tersebut?
1. Tahap Orientasi
Pada tahap ini, dua insan yang sedang PDKT masih dikatakan pada tahap perkenalan, belum dekat sepenuhnya.
Mereka masih saling membagikan informasi yang bersifat umum dan komunikasi yang dilakukan bersifat tidak pribadi.
Kedua belah pihak belum mampu mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan sepenuhnya karena dinilai tidak pantas dan takut akan mengganggu hubungan kedepannya.
Sebagai contoh, sang laki-laki tiba-tiba menelepon sang wanita di pagi hari dengan maksud mengecek apakah dia sudah bangun atau belum.
Sang wanita yang sebenarnya merasa tidak nyaman menerima telepon pagi hari, sulit untuk mengatakan perasaannya, malah, ia berterima kasih karena sudah ditelepon karena menjaga perasaan sang lelaki dan takut membuatnya tersinggung.
2. Tahap Pertukaran Eksplorasi Afeksi
Pada tahap ini, mulai terjadi pertukaran informasi yang lebih banyak antar kedua belah pihak.
Informasi yang semula masih dalam ranah pribadi mulai dimunculkan. Kedua pihak juga mulai memunculkan kepribadiannya kepada orang lain, yang semula masih jaim mulai menunjukkan sifat aslinya walau belum sepenuhnya.
Komunikasi juga berlangsung sedikit lebih spontan karena sudah mulai merasa santai satu sama lain.
Dalam berinteraksi, mereka sudah mulai menggunakan sentuhan dan ekspresi wajah lebih sering. Tahap ini juga penentu apakah suatu hubungan berpotensi untuk lanjut atau tidak.
Tidak sedikit pula hubungan yang tidak berlanjut setelah tahap ini.
3. Tahap Pertukaran Afektif
Hubungan kedekatan pada tahap ini menjadi semakin intim. Komitmen yang lebih besar dari kedua pihak, perasaan lebih nyaman, kritis, serta evaluatif yang lebih dalam.
Kedua pihak mulai memahami isyarat nonverbal satu sama lain, seperti anggukan berarti iya, tersenyum berarti paham, atau bentuk tatapan mata untuk menggantikan “nanti kita bicarakan nanti”.
Panggilan khusus seperti “sayang” mulai digunakan pada tahap ini. Namun, pada tahap ini kedua pihak mulai berani saling kritik, berbeda pendapat, bahkan rentang bertengkar untuk memunculkan kemunduran pada suatu hubungan.
Hal itu dikarenakan mereka sudah merasa bebas untuk mengekspresikan pendapat mereka.
4. Tahap Pertukaran Stabil
Tahapan ini merupakan tahap paling tinggi dalam hubungan. Kedua belah pihak sudah saling terbuka atas pikiran, perasaan, dan saling bersikap spontan.
Mereka sering melakukan perilaku-perilaku tertentu secara berulang. Kesalahpahaman jarang terjadi pada tahap ini karena mereka punya banyak kesempatan melakukan klarifikasi atas ambiguitas pesan. Mereka berada pada intimasi yang tinggi.
Tahapan-tahapan yang telah disebutkan tadi tidak selalu secara utuh menggambarkan tahapan-tahapan sebuah hubungan.
Terdapat hal-hal lain yang juga mempengaruhinya seperti lingkungan, latar belakang masing-masing pihak, dan nilai-nilai. Penetrasi sosial ini, merupakan mekanisme pengalaman memberi-dan-menerima dimana pasangan bekerja agar hubungan yang dijalin seimbang antara kebutuhan individu yang terlibat.
Sebuah hubungan dikatakan berhasil apabila memiliki kemajuan dari yang tidak intim menjadi intim dan puncaknya adalah pembukaan diri atau self-disclosure. Self-disclosure atau pembukaan diri merupakan inti dari perkembangan hubungan.
Ini menjadi pertanda bahwa hubungan telah mencapai tahap yang lebih intim. Pembukaan diri ini dapat berupa sudah mau bercerita tentang rahasianya, apa yang ia sukai dan tidak, bahkan mungkin sudah membicarakan mengenai masa depan.
Saat salah satu pihak sudah bersedia untuk membuka diri, hubungan akan berkembang lebih jauh dan baik yang mengakibatkan perubahan proses komunikasi.
Gagalnya PDKT
Kalau kita pernah mendengar konsep costs dan rewards, maka hubungan dapat dikonsepkan seperti itu juga.
Rewards merujuk pada apa-apa yang memberi kepuasan, kesenangan, dan kenyamanan pada pasangan.
Sedangkan costs, merujuk pada apa-apa yang memberi perasaan negatif seperti ketidaknyamanan, kegelisahan, bahkan kerugian. Apabila hubungan dirasa menguntungkan (reward lebih besar dari cost), maka hubungan akan berkembang semakin jauh, tetapi apabila dirasa merugikan (cost lebih besar dan tidak sebanding dengan reward), maka hubungan tidak akan berkembang (Littlejohn dan Foss, 2008: 203).
Rewards dan costs ini sebenarnya memberi pengaruh lebih besar di awal hubungan dibandingkan Ketika hubungan sudah berjalan.
Bayangkan saja, saat baru pertama kali kenal seseorang, kita sudah merasakan kerugian tentu kita tidak mau berinteraksi lagi dengan orang tersebut.
Lain jika hubungan sudah berjalan, suatu waktu kita mengalami kerugian, kita lebih bisa mengatasi hal tersebut karena hubungan sudah berjalan yang berarti rewards lebih banyak dibandingkan dengan costs.
Dalam melakukan perkenalan hingga PDKT, apabila salah satu pihak atau keduanya merasa tidak nyaman satu sama lain, tidak percaya, bahkan merasakan kerugian, maka hubungan cenderung mengalami kemunduran bahkan berakhir.
Begitulah kegagalan PDKT bisa terjadi dalam tinjauan dari Psikologi Sosial menurut teori Penetrasi Sosial dan Daya Tarik Interpersonal, belum ditinjau dari Teori Kepribadian, Motivasi, dan Persepsi.
Zahra Khairani Yudhanti
Aktivis Persma Erythro FK UNS
(Natalia Bulan)