Seperti program sebelumnya, Digital Leadership Academy tahun ini bekerja sama dengan delapan universitas mancanegara, beberapa di antaranya adalah Tsinghua University, Harvard Kennedy School, Oxford University dan National University of Singapore.
Program beasiswa ini dibuat untuk mencetak talenta digital Indonesia karena terdapat kesenjangan antara ketersediaan talenta dengan kebutuhan, baik secara nasional maupun kawasan Asia Pasifik.
Pada tingkat nasional, Kominfo menemukan setidaknya 50 persen talenta memiliki keterampilan digital tingkat dasar dan menengah.
Talenta digital yang memiliki kemampuan tingkat lanjutan berjumlah kurang dari 1 persen.
Di kawasan Asia Pasifik, dikatakan Johnny, lebih dari 50 persen CEO kesulitan merekrut talenta digital dengan keterampilan yang tepat.
Asia Pasifik diperkirakan akan mengalami defisit sekitar 47 juta talenta digital pada 2030.
"Tentu kesenjangan ini harus disikapi serius. Apalagi kita ingin menciptakan Indonesia yang kompetitif di kancah global," kata Johnny.
Talenta digital juga harus dilihat dari segi potensi, bahwa Indonesia memiliki potensi digital yang besar karena memiliki ribuan perusahaan rintisan (startup).
Indonesia saat ini mencetak satu startup decacorn dan delapan unicorn.
"Cara berpikir yang visioner sangat lah penting agar kita tidak hanya menjadi pasar, tetapi, juga menjadi pemain utama pada kontestasi baik di tingkat regional maupun global," kata Johnny.
(bul)
(Rani Hardjanti)