JAKARTA - Cara kerja manusia terus berubah hingga akhirnya menyentuh titik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Digitalisasi, kecerdasan buatan dan juga otomasi mesin akhirnya menghilangkan beberapa bagian pekerjaan. Hal itu baik untuk jenis pekerjaan yang sifatnya mudah, menengah hingga pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan tugas rutin.
Bahkan, riset Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan penggunaan teknologi robot lebih mengancam keberadaan pekerja perempuan. Maklum, rata-rata, wanita menghadapi risiko kehilangan pekerjaan 11 persen lebih tinggi ketimbang pria yang hanya berisiko 9 persen.
Riset tersebut juga memproyeksikan pada 20 tahun mendatang sekitar 26 juta perempuan di 30 negara berisiko tinggi untuk digantikan pekerjaannya oleh teknologi robot.
Pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh wanita memiliki tingkat probabilitas 70 persen lebih tinggi tergantikan lewat otomasi, hal itu dapat diterjemahkan bahwa sekitar 180 juta pekerjaan yang dilakukan perempuan bakal tergantikan oleh proses otomasi.
Inilah dampak yang harus dihadapi pada perempuan akibat adanya kesetaraan gender di lingkungan pekerjaan. Nah sekarang yang harus dipastikan adalah, bagaimana kebijakan negara, apakah negara dapat memastikan bahwa perempuan tetap dapat berkontribusi terhadap perekonoian saat semuanya sudah mulai bergerak ke arah otomatisasi?. Demikian seperti dikutip cekaja, Minggu (23/12/2018).
Perempuan punya risiko lebih tinggi
Upaya yang muncul dari kebijakan-kebijakan guna meningkatkan jumlah pekerja perempuan dan menaikkan upah pekerja perempuan bakal cepat terkikis jika kebanyakan perempuan berada pada sektor pekerjaan yang memiliki potensi ke arah otomatisasi.