Perselingkuhan Reformasi

, Jurnalis
Senin 16 Mei 2016 09:20 WIB
Sejumlah mahasiswa menabur bunga di monumen reformasi kampus Universitas Trisakti dalam peringatan tragedi Mei 1998. (Foto: dok. Antara)
Share :

(Mei 1998 - Mei 2016)

JIKA mencatat dalam selang waktu 18 tahun dari bergulirnya reformasi, maka kita akan melihat banyak pengkhianatan konsensus yang telah diperjuangkan selama ini. Paling tidak, ada enam tuntutan utama yang bergulir pada reformasi 1998. Pertama, penegakan supremasi hukum; kedua, pemberantasan KKN; ketiga, mengadili mantan Presiden Soeharto dan kroninya; keempat, amandemen konstitusi; kelima, pencabutan dwifungsi ABRI; dan yang keenam, pemberian otonomi daerah seluas-luasnya.

Tentu, apa yang dituntut dan diperjuangkan pada reformasi adalah harapan dari lentik jari-jemari rakyat yang terzalimi oleh rezim ototriter. Tuntutan ini adalah sikap reaktif memanfaatkan momentum, luapan emosi yang sudah lama terpendam. Namun apakah dulu emosi yang keluar sudah tepat sasaran dan tidak membabi buta atau tidak ditunggangi? Atau reformasi adalah buah dari emosional dan bukan lahir dari pemikiran matang?

Berselang 18 tahun, lima dari enam tuntutan reformasi yang digulirkan secara sistem dan prosedural sebetulnya sudah dan sedang dilaksanakan. Sebut saja, pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), otonomi daerah, dicabutnya dwifungsi ABRI, supremasi hukum, dan amandemen konstitusi. Hanya minus mengadili mantan Presiden Soeharto yang tidak terwujud.

Sejatinya, cita-cita reformasi adalah cita-cita untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis, berkeadilan dan sejahtera. Jika secara prosedural reformasi sudahlah terpenuhi, maka secara substantif, reformasi belum memenuhi dahaga rakyat akan keadilan dan kesejahteraan.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Edukasi lainnya