Hilman menjalani kuliah program master di WMU pada 10 tahun silam dengan program beasiswa Fulbright. Direktur LP3M UMY itu menerima penghargaan yang diberikan oleh Dean School of Arts and Sciences WMU Alexander Enyedi bersama 20 penerima penghargaan lain dalam bidang yang berbeda, seperti Kimia, Fisika, Matematika, Biologi, Geo-sains, Sosial, dan Humaniora.
“Sangat tidak menduga karena peraih penghargaan sebelumnya kebanyakan orang Amerika dan mereka memiliki prestasi yang luar biasa di bidangnya masing-masing. Baik sebagai CEO perusahaan, peneliti di NASA, profesor, hakim, dan sebagainya,” ujar Hilman, seperti disitat dari situs UMY, Rabu (5/11/2014).
Maka, setelah satu dekade berselang, Hilman terbang kembali ke Negeri Paman Sam itu untuk menerma penghargaan yang dimaksud. Kehadiran peraih gelar doktor dari Utrecht University, Belanda itu juga sekaligus menjadi dosen tamu dalam kuliah umum “Islamic Charities, Transnationalism and Globalization”.
Lantas, apa sebenarnya alasan WMU memberikan penghargaan alumni tersebut kepada Hilman? Ternyata, selain aktif melakukan penelitian, aktivitas ayah tiga anak itu pada berbagai forum internasional di dalam dan luar negeri menjadi alasan pihak Departement of Comparative Religion WMU untuk menominasikan penghargaan tersebut kepadanya.
Dalam periode 2010 sampai 2014 saja, Hilman telah 15 kali mempresentasikan karya ilmiahnya di forum-forum internasional. Dia juga telah mempublikasikan empat buku dan belasan artikel ilmiah di dalam berkala ilmiah nasional dan internasional. Hilman mengaku, semua aktivitas itu merupakan konsekuensi dari profesi seorang dosen sehingga dapat konsisten dan tetap produktif dalam menulis karya ilmiah.
Berdasarkan segudang aktivitas dan prestasi tersebut tidak mengherankan jika WMU menganugerahkan penghargaan prestisius itu kepada Hilman. “Mereka melihat kegiatan saya yang cukup padat dalam konteks pengembangan akademik baik dalam presentasi dan publikasi di dalam dan luar negeri,” urai Pakar Filantropi Islam itu.
Pria yang berkarier di UMY sejak 2000 itu menganggap penghargaan tersebut sebagai suatu kebanggaan tersendiri. Karena belum ada orang Asia yang mendapatkan penghargaan tersebut. Apalagi dia tergolong “orang baru” sebagai penerima pengharggaan itu dibanding penerima sebelumnya yang lebih senior. Tidak hanya bangga, dia juga merasa bersyukur karena menerima pelajaran berharga.
“Meskipun kita berada di daerah atau negara ‘pinggiran’ bukan menjadi alasan untuk tidak berkarya dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia,” ujar Hilman.
(Margaret Puspitarini)