Mu'ti pun berharap guru-guru dan sekolah bisa terus menyelenggarakan kebijakan ini. Hal ini supaya anak-anak tidak memberikan perbedaan.
"Allah membuat mahluknya sempurna, tidak ada yang cacat. Jangan sampai akhirnya jadi komunitas direject masyarakat, perbedaan mental diperlakukan tidak manusiawi dan keluarga malu dengan hal itu. Kalau diterima itu pendekatan sifatnya tidak memperdayakan. Itu perlu dikoreksi," ujarnya.
Sebagai informasi, masih banyak anak-anak difabel yang masih ditolak bersekolah di sekolah reguler dengan banyak alasan. Beberapa alasan di antaranya sekolah mereka belum inklusi, tidak memiliki guru pengajar sebagai guru pendamping khusus, sarana dan pra sarana yang belum aksesibel serta puluhan alasan lainnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)