JAKARTA - Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) dinilai harus membantu berikan solusi, menyiapkan dokter masa depan. Caranya, pendidikan dokter harus lebih personalized, lebih holistik, pendidikan dokter mengarah pada penguasaan promotive, preventif seimbang dengan kuratif dan ingat pendidikan dokter harus memperhatikan beberapa fungsi yang akan tergantikan oleh robot.
Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), Prof dr. Budi Sanoso (Prof Bus) menjelaskan, untuk mencapai hal tersebut harus dilakukan mulai dari saat penerimaan mahasiswa baru fakultas kedokteran.
Menurutnya, seorang mahasiswa harus betul-betul memiliki peminatan sebagai seorang dokter dan bukan kemauan orangtua dan keluarga semata. Mahasiswa harus memenuhi standar akademik yang ditetapkan dan saat wawancara harus tatap muka.
Selanjutnya saat penerimaan mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) hindari perjokian dan jumlah mahasiswa yang dterima di fakultas kedokteran harus memperhatikan jumlah sumber daya manusia pengajar dan tenaga pendidik serta sarana prasarana.
Dia yang juga Dekan FK Universita Airlangga pun bicara tentang kurikulum berbasis teknologi kesehatan. Penggunaan teknologi seperti telemedicine, artificial intelligence dalam diagnosis, serta rekam medis elektronik membutuhkan kurikulum kedokteran yang mampu mengajarkan keterampilan teknologi ini kepada mahasiswa kedokteran.
Prof Bus juga menyinggung relevansi dengan praktik klinis modern, berupa pengetahuan bioetika, kebijakan kesehatan serta keamanan pasien kini menjadi semakin penting, sehingga kurikulum kedokteran perlu mencakup pendidikan komprehensif mengenai perubahan regulasi ini. Semua ini untuk menghasilkan dokter siap berpraktik dalam lingkungan kesehatan baru dan lebih terstruktur.
“Karena itu PDUI harus membantu memberikan solusi, menyiapkan dokter masa depan,” ujar Prof Bus, dalam keterangannya pasca Pertemuan Ilmiah dan Mukernas XIV Perhimpunan Dokter Umum Indonesia(PDUI), Senin (14/10/2024).
Selain itu Prof Bus memandang peningkatan kualitas lulusan dokter menjadi tantangan sejalan dengan jumlah FK yang terus bertambah. Tahun ini mencapai 117 unit, naik signifikan dibandingkan tahun 2022 yang tercatat sebanyak 92 FK.
“Apa yang kita pertanyakan? Bagaimana kualitas yang diproduksi FK baru, harus sama dengan FKFK terdahulu Itu adalah tuntutannya,” kata Prof Bus.
Prof Bus mengingatkan, FK yang baru berdiri harus mampu menghasilkan lulusan dengan kualitas yang sama seperti FK yang telah lama eksis. Dengan begitu, lulusan dokter yang dihasilkan memiliki standar kompetensi minimal yang bisa memberikan pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat di Indonesia.
(Rani Hardjanti)