Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Polemik Kerja Paruh Waktu bagi Mahasiswa ITB Penerima Beasiswa UKT

Feby Novalius , Jurnalis-Senin, 30 September 2024 |08:20 WIB
Polemik Kerja Paruh Waktu bagi Mahasiswa ITB Penerima Beasiswa UKT
ITB Hentikan Kewajiban Kerja Paruh Waktu Bagi Penerima UKT. (Foto: Okezone.com)
A
A
A

JAKARTA - Rektorat Institut Teknologi Bandung (ITB) menyampaikan bahwa tidak lagi mewajibkan mahasiswa calon dan penerima beasiswa keringanan UKT untuk bekerja paruh waktu di lingkungan kampus. Namun, sejumlah mahasiswa mengaku masih waswas kendati kebijakan kerja paruh waktu bagi penerima beasiswa keringanan uang kuliah tunggal kini diklaim bersifat opsional dan sukarela.

Pasalnya, Direktur Kemahasiswaan ITB G Prasetyo Adhitama mengatakan program kerja paruh waktu akan tetap dijalankan seperti yang sudah terjadi selama ini. Namun dirinya memastikan kegiatan itu tidak akan dikaitkan dengan keringanan UKT.

“Kerja paruh waktu tetap ada seperti selama ini. Tidak dibatalkan. Kerja paruh waktu tidak dikaitkan dengan keringanan UKT,” kata Prasetya, dikutip dari BBC Indonesia, Senin (30/9/2024).

Pihak rektorat menjelaskan tentang konsep sistem bantuan keuangan ITB, salah satunya program kerja paruh waktu di ITB. Dalam siaran pers ITB, disebutkan kebijakan tersebut dirancang untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa penerima beasiswa UKT agar dapat berkontribusi pada pengembangan kampus, sekaligus mendapatkan pengalaman kerja yang relevan.

Sistem bantuan keuangan (Financial Aids System) ini bertujuan untuk menyatukan berbagai sumber daya dan program bantuan keuangan yang sudah ada di ITB, antara lain: UKT, hibah, program kerja paruh waktu, dan bantuan keuangan lainnya.

Sistem ini diklaim sejalan dengan tujuan pendidikan ITB, yaitu mendidik mahasiswa yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga memiliki karakter kuat, memiliki daya juang, adaptif, berintegritas, dan rendah hati.

“Tadi dijelaskan konsep sistem financial aid ITB ke mahasiswa, dan setelah penjelasan lengkap tersebut mereka setuju dan akan berkolaborasi bersama,” terang Prasetya.

“Soal keresahan mahasiswa juga dijelaskan dan mereka tidak perlu khawatir akan dirugikan,” lanjutnya.

Namun demikian, ratusan mahasiswa ITB menolak hal tersebut. Para mahasiswa berunjuk rasa selama tiga hari berturut-turut hingga Kamis 26 September, menuntut kebijakan kewajiban kerja paruh waktu bagi penerima keringanan UKT dicabut karena dianggap ada unsur pemaksaan dan dianggap sebagai bentuk imbalan dari keringanan UKT.

Salah satu mahasiswa, Nivan adalah salah satu dari 5.500 penerima keringanan UKT yang mendapat surat elektronik kewajiban bekerja paruh waktu di ITB. Dia mengaku kaget saat menerima surel pada 24 September 2024.

Alasan kebijakan itu adalah memberikan kesempatan kepada mahasiswa penerima beasiswa UKT untuk berkontribusi kepada ITB. Surat itu juga dilampiri tautan formulir pendaftaran yang wajib diisi oleh mahasiswa yang bersangkutan.

Dalam formulir tersebut dicantumkan pula jenis pekerjaan atau kegiatan yang bisa dipilih mahasiswa penerima keringanan UKT, disertai keterangan mahasiswa wajib memilih lebih dari satu mata kuliah.

Ada sekitar 10 kegiatan yang menjadi pilihan, antara lain pembuat konten materi matematika TPB, help desk Direktorat Pendidikan, serta administrasi dan surat menyurat Direktorat Pendidikan CCAR.

“Saya kaget sih karena itu kan namanya keringanan UKT dan bukan beasiswa dan mereka seolah-olah ingin minta imbalan dari keringanan UKT yang sebetulnya sudah hak kami," ujar Nivan kepada Yuli Saputra.

"Di universitas mana-mana kan dapat keringanan UKT, tapi kenapa kami mendapat pekerjaan yang seolah-olah, Kami (ITB) sudah ngasih kalian keringanan nih” tutur Nivan yang mendapat keringanan UKT sekitar Rp4 juta.

Saat menerima surel tersebut, Nivan memutuskan tidak mengisinya sebab hanya dua opsi yang dia punya, yakni mengikuti kerja paruh waktu atau keringanan UKT dihentikan.

“Saya belum isi, karena kalau misalnya saya isi dan isinya itu tidak terima, maka UKT saya akan kembali ke Rp12,5 juta. Itu akan memberatkan orang tua saya. Jadi saya enggak isi,” akunya.

Nivan mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut karena padatnya kuliah dan kegiatan kemahasiswaan lainnya. Ia merasa kesulitan, jika ditambah beban pekerjaan baru.

Kalaupun harus bekerja, Nivan memilih bekerja di tempat lain yang menghasilkan uang dan bisa membantu meringankan biaya kuliah.

Nivan tak sendirian. Sebagai bentuk penolakan, ratusan mahasiswa ITB yang dikoordinasi Keluarga Mahasiswa (KM) ITB melakukan konsolidasi terbuka dan aksi unjuk rasa selama tiga hari berturut-turut.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement