Menyadari bahwa hanya dirinya yang mau dan bisa berkuliah, dan juga sebagai anak bungsu, Melly tertantang untuk bisa mengangkat derajat keluarga dan menunjukkan bahwa keterbatasan ekonomi bukan hambatan untuk mencapai pendidikan yang tinggi.
“Orang tua saya selalu mengajarkan saya untuk selalu berusaha untuk apa yang saya inginkan dan jangan pernah takut untuk bermimpi. Mereka selalu berpesan agar saya dapat mengejar pendidikan setinggi mungkin dan mereka selalu mendukung dan membantu saya apabila hal tersebut mengenai pendidikan, “kata Melly.
Diakui Melly, lingkungan tempat tinggalnya tidak mendukung cita-cita dan harapannya. Tak sedikit yang menilai, Mely membebani orangtuanya dengan keinginannya untuk berkuliah. “Apa yang mereka katakana itu justru menjadi cambuk bagi saya untuk membuktikan pada mereka bahwa anak seorang tukang bubur pun dapat berprestasi, “ujar Melly.
Usai kuliah, Melly punya harapan untuk lanjut S2, namun sebelumnya, Melly akan mencoba berkarir dulu di industri pengolahan logam atau pertambangan selama 2-3 tahun.
Imam Santoso, dosen pembimbingnya mengaku bangga punya anak didik seperti Melly. Dalam pandangan Imam, Melly itu semangatnya luar biasa, rajin, aktif di kelas dan terpenting, perangainya sangat bagus.
“Sebagai anak dari kaum minoritas, dan tidak mampu di mana ayahnya hanya pedagang bubur, dan Melly juga membantu ekonomi keluarga dengan jualan online, ia terlihat percaya diri dan tidak malu, dan kuliahnya sangat sungguh-sungguh,“ kata Imam.
(Dani Jumadil Akhir)