JAKARTA - Seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran bernama Amadea Azzahra Sonia Pertiwi berhasil menyandang gelar sebagai peraih IPK tertinggi dengan 3,70.
Amadea diambil sumpahnya sebagai dokter pada Kamis (25/1/2024) pada Periode Wisuda Profesi Dokter ke-47 Fakultas Kedokteran, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada momen sakral tersebut, Amadea mengaku bahwa dirinya sangat bersyukur bisa menyandang mahasiswa dengan IPK tertinggi.
“Tentunya sangat bahagia dan bersyukur karena yang diperjuangkan dengan sungguh-sungguh selama ini membuahkan hasil yang indah, karena hal ini dapat menjadi hadiah yang dapat saya berikan orang-orang yang dengan tulus mendoakan dan mendukung saya selama ini. Bisa menyandang gelar mahasiswa IPK tertinggi tidak menyangka, karena saya tidak menargetkan hal ini sebelumnya," ucap Amadea, mengutip laman resmi UIN Jakarta.
Aktif Berorganisasi Tak Pengaruhi IPK Kelulusan
Perempuan asli Ponorogo, Jawa Timur itu menceritakan bahwa selama masa kuliahnya, ia aktif terlibat dalam berbagai kegiatan di luar perkuliahan, termasuk menjadi relawan dan menulis jurnal mengenai isu-isu kesehatan.
Selama masa kuliah, Amadea aktif berpartisipasi dalam organisasi, acara, serta kerjasama antar universitas dan lembaga kesehatan. Tidak hanya itu, dirinya juga turut menulis jurnal internasional mengenai isu-isu kesehatan mental.
"Semasa S1, saya mengikuti organisasi CIMSA divisi SCOPH yang fokus pada kegiatan Public Health. Mengangkat isu-isi non communicable disease, seperti masalah mental, gizi, rokok, diabetes dan lain-lain,” ujar Amadea.
Tidak hanya mengabdi kepada masyarakat lewat jurnalnya, Amadea juga turut terjun langsung di masyarakat. Dirinya bekerjasama dengan lembaga-lembaga seperti UNICEF Indonesia untuk melakukan penelitian terkait isu kesehatan.
“Kemudian terjun langsung di masyarakat, bekerjasama dengan lembaga-lembaga seperti UNICEF Indonesia dan sebagainya. Saya juga melakukan penelitian yang kemudian dipublikasikan berupa jurnal terkait isu depresi pada mahasiswa yang diterbitkan di Malaysian Journal of Medicine and Health Science," lanjut Amadea.
Belajar 14 Jam Sehari, Hanya Tidur 3-4 Jam
Amadea berkata bahwa ia tidak membatasi dirinya dalam memperluas pengetahuannya. Rasa penasaran mendorongnya untuk meningkatkan kualitas dirinya. Ketika ia merasa penasaran, ia akan gigih mencari jawaban atas rasa ingin tahu tersebut.
Dirinya bahkan mengaku kalau dirinya sering rela mengorbankan waktu istirahatnya hanya untuk mendalami sebuah pengetahuan baru yang muncul dari rasa penasarannya. Tak jarang, Amadea hanya tidur selama 3 atau 4 jam.
"Saya merasa, ilmu adalah kebutuhan masing-masing insan manusia. Saya tidak membatasi apa yang saya baca dan pelajari. Sehingga, selama saya merasa belum tahu dan ingin tahu saya akan mencari jawabannya hingga ketemu. Tidur hanya 3-4 jam,” terangnya.
Tak hanya mengorbankan waktu istirahatnya, Amadea juga sering mengorbankan waktu bersama keluarganya. Wanita itu juga bercerita bahwa demi meraih mimpinya, Ia pernah menghabiskan malam di IGD rumah sakit, namun kemudian harus segera pulang untuk menjalani koas. Amadea juga mengungkapkan bahwa ia menjadwalkan waktu untuk belajar selama 14 jam setiap hari.
“Kehilangan waktu untuk bertemu pada momen-momen penting keluarga dan teman-teman. Masuk IGD semalam langsung pulang untuk menjalani koas. Belajar 14 jam dalam sehari dalam mempersiapkan ujian nasional dokter. Banyak sekali yg terlewatkan sebagai manusia dalam menjalani pendidikan dokter. Namun dengan niat untuk selalu memberikan yang terbaik, maka Allah yang akan memberikan balasannya tersendiri," tegasnya.
Dari cerita Amadea kita dapat melihat bahwa keterlibatan aktif dalam kegiatan organisasi tidak menghambat seseorang untuk berhasil untuk lulus dan meraih IPK yang tinggi.
Amadea juga mengingatkan bahwa untuk mendapatkan ilmu tidaklah terbatas oleh ruang dan waktu. Ia berharap bahwa rekan-rekan mahasiswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, kerinduan akan ilmu, dan tekad untuk berusaha yang terbaik, karena menurutnya, itulah kunci keberhasilan.
"ilmu tidak memiliki batas ruang dan waktu. Bagaimana kita haus akan ilmu, dan berusaha untuk terus memenuhi kebutuhan akan ilmu kita masing-masing. Dengan melakukan yang terbaik, maka Allah sendiri yang akan memberikan mengkarunia-Nya," pesannya.
(Dani Jumadil Akhir)