Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pahlawan Pengabdian Masyarakat, Setitik Cahaya untuk Pelosok Indonesia

Rizqa Leony Putri , Jurnalis-Senin, 13 November 2023 |12:10 WIB
Pahlawan Pengabdian Masyarakat, Setitik Cahaya untuk Pelosok Indonesia
Direktur Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Universitas Indonesia (UI) Prof. Agung Waluyo. (Foto: iNews Media Group/ Aldhi Chandra Setiawan)
A
A
A

DEPOK- Pengabdian masyarakat sejatinya bukan istilah yang asing di telinga masyarakat. Frasa ini karib dikenal menjadi salah satu bagian dalam pilar Tridarma Perguruan Tinggi. Namun, jika menyelaminya lebih dalam, terdapat konsep n-helix yang saling bertalian erat, sehingga membuat pengabdian masyarakat bukan hanya sekadar ‘frasa’ belaka.

Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November lalu, Direktur Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Universitas Indonesia (UI) Prof. Agung Waluyo, membagikan beberapa kisah bagaimana direktorat yang dia pimpin mampu melahirkan sosok ‘pahlawan’ yang telah berhasil membawa setitik cahaya ke pelosok Indonesia.

Meski memulai perjalanan di tengah carut-marut pandemi yang menghantam pada 2020 lalu, Direktorat PPM UI nyatanya telah mampu menjalankan program pengabdian masyarakat di berbagai penjuru wilayah Tanah Air, temasuk daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Program tersebut dilaksanakan dengan melibatkan ratusan tim pengabdian masyarakat yang terdiri dari sivitas akademika, mulai dari dosen hingga mahasiswa.

“Kami melihat daerah-daerah perbatasan. Kami sudah mendampingi mereka bahkan sebelum pandemi menghantam, kami sudah menjangkau daerah-daerah terluar. Kami sadar dengan dana yang tidak banyak, kami berupaya untuk bisa memberdayakan kampus-kampus lokal untuk ikut melihat aktivitas kami, sehingga mereka bisa mereplikasi apa yang kami lakukan,” kata Prof. Agung kepada iNews Media Group, Jumat (10/11/2023).

Program-program tersebut tidak hanya menjadi wujud pemenuhan terhadap darma pengabdian kepada masyarakat (pengmas) dengan menerapkan berbagai terobosan mutakhir untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Lebih dari itu, program besutan Tim Pengmas UI merupakan program yang hadir karena rasa peduli dan keterhubungan antara para pengabdi dengan masyarakat.

Sepanjang 2023, Prof. Agung Waluyo menyebutkan setidaknya terdapat 216 program pengabdian dan pemberdayaan masyarakat. Demi mendukung misi tersebut, UI turut menggelontorkan dana hingga Rp3,2 miliar untuk menyokong terlaksananya seluruh program yang telah diproyeksikan.

“Kami menargetkan sebanyak 40 inovasi sosial untuk membantu pemecahan masalah masyarakat di sejumlah titik fokus daerah di Indonesia. Terdapat 18 titik fokus pemberdayaan dan pengabdian masyarakat, yaitu daerah Banten dan Jawa Barat, DKI dan Kepulauan Seribu, Tegal, Banyuwangi, Kalimantan Timur, Sumba Barat, Lombok Timur, Labuan Bajo, Atambua, Belu, Pulau Mesa, dan Manggarai Timur,” ujarnya.

 BACA JUGA:

Tantangannya tentu tidak sedikit, misalnya saja dalam upaya melibatkan berbagai pihak. Prof. Agung menilai, sebagian sivitas bisa jadi masih belum cukup ‘melek’ terhadap pengabdian masyarakat. Namun, hal itu tak berarti menyurutkan semangatnya untuk menjalankan misi besar ini.

“Meski tidak banyak, tapi ada. Dari situlah kami percaya bahwa para pahlawan pengabdian masyarakat, baik itu mahasiswa maupun dosen, pasti ada walaupun tidak banyak. Kami mencoba mengalokasikan dana tersebut kepada pahlawan-pahlawan ini, supaya mereka bisa menjadi contoh baik bagi yang lain, bagaimana melakukan pengmas yang baik dan benar agar berkelanjutan,” tuturnya. 

Sembari menjelaskan, Prof. Agung nampak memutar kembali waktu dan mulai bercerita. Dia masih ingat persis saat di mana para rekannya, yang belakangan dia sebut ‘pahlawan’, berhasil mengantarkan hasil riset mereka yang begitu berharga dan membawa dampak signifikan bagi masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.

1. Desalinasi Air Laut

Prof. Setijo Bismo menjadi salah satu nama ‘pahlawan’ yang kali pertama terlontarkan. Melalui tangan dinginnya, Tim Pengmas UI menciptakan alat desalinasi air laut melalui instalasi permanen air hujan (rainwater harvesting) yang memang sangat dibutuhkan masyarakat di kawasan Labuan Bajo, tepatnya Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Adanya instalasi pemanen air hujan ini sangat membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

“Masyarakat tinggal di pesisir pantai, maka jika mereka menggali air, yang muncul adalah air laut. Berkat alat yang diciptakan Prof. Setijo ini, mereka bisa mendapatkan suplai air bersih yang layak minum ini tanpa harus menunggu datangnya tangki-tangki air bersih dari pasokan pulau-pulau besar. Begitu besar dampak yang diberikan, sehingga kami mendukung beliau untuk bisa terus menjadi pahlawan yang tak henti memberikan sumbangsihnya tanpa pamrih kepada masyarakat,” ujar Prof. Agung. 

2. Inkubator Bayi Prematur

Lain kisah Prof. Setijo, lain pula cerita pengabdian yang datang dari seorang Prof. Raldi Artono Koestoer yang berhasil menciptakan inkubator gratis bagi bayi prematur hasil karyanya sendiri. Inkubator spesial ini berfungsi untuk memanaskan tubuh bayi lahir prematur yang biasanya mengalami hiportemia, ataupun kondisi kurang sehat lainnya yang mengancam nyawa bayi.

Inkubator buatan Prof. Raldi terbilang portable, dengan panjang sekitar 50 sentimeter, lebar 30 sentimeter, dan berat 20-26 kg. Ukuran ini terbilang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan milik rumah sakit dan klinik bersalin. Pada model terbarunya, inkubator ini bahkan bisa dilepas pasang (knockdown). Melalui inkubator spesial tersebut, sejak 2012 hingga Desember 2020, Prof. Raldi telah berhasil menyelamatkan setidaknya 4.500 bayi prematur di Tanah Air.

Prof. Raldi Artono Koestoer bersama inkubator bayi prematur buatannya. (Foto: dok UI)

“Alat itu dia sumbangkan dan pinjamkan kepada masyarakat miskin yang identik dengan sosial ekonomi rendah atau ekonomi ke bawah. Prof. Raldi sadar betul di daerah-daerah yang ekonominya belum berkembang, mereka banyak memiliki bayi-bayi prematur yang berat badannya rendah. Pada saat lahir, bayi-bayi prematur ini harus diletakkan di inkubator supaya mereka bisa tetap hidup. Saya selalu merinding ketika menyebutkan bahwa Prof. Raldi telah berhasil menyelamatkan begitu banyak nyawa,” ucap Prof. Agung.

3. Pendampingan UMKM

Rifelly Dewi Astuti merupakan nama selanjutnya yang masuk ke dalam daftar panjang pahlawan pengabdian masyarakat. Langkah kakinya telah berhasil membawa Rifelly menapaki tepian wilayah Atambua, Kabupaten Belu, NTT. Di sana, dia mendampingi sejumlah UMKM memberikan edukasi manajerial usaha serta promosi produk mereka hingga menjadi layak jual. Bahkan, Rifelly turut mengawal proses perolehan label halal.

“Beliau juga mengajarkan bagaimana pengemasan yang baik agar produk itu layak berada di etalase toko oleh-oleh yang biasa didatangi wisatawan. Hal yang luar biasa dari Ibu Rifelly ini, beliau bisa menggandeng pihak industri, sehingga mau bekerja sama di tempat-tempat yang sangat terpencil. Mereka bisa menghadirkan produk tersebut dan membuat sekelompok kader PKK yang nantinya bisa menjadi change agent bagi lingkungannya,” tutur Prof. Agung.

4. Sekolah Cepat Tanggap

Berbicara sosok pahlawan pengabdian masyarakat yang selanjutnya, Prof. Agung mengajak untuk mengingat kembali peristiwa gempa Cianjur pada November 2022 lalu. Gempa ini telah mengakibatkan kerusakan yang terjadi pada 540 fasilitas pendidikan atau sekolah, 272 tempat ibadah, 18 fasilitas kesehatan (faskes), dan 18 gedung atau kantor.

Melihat hal itu, seorang Prof. Yandi Andri Yatmo nyatanya tak tinggal diam begitu saja. Dia bergerak cepat merancang sekolah tanggap bencana lengkap dengan furnitur dan mural indah hasil kerja bakti sivitas akademika UI. Prof. Yandi percaya bahwa gempa memang mampu meruntuhkan tempat tinggal dan sekolah anak-anak di sana, tetapi tidak dengan masa depan mereka.

 

Prof. Yandi Andri Yatmo dan tim pengabdian masyarakat UI berfoto bersama anak-anak di sekolah cepat tanggap. (Foto: dok UI)

“Beliau menggalang dana untuk menciptakan ruang serbaguna di tengah reruntuhan itu yang bisa digunakan sebagai sekolah. Bahkan beliau berhasil mengumpulkan uang ratusan juta dalam sepekan dari penggalangan dana itu. Prof Yandi termasuk salah satu pahlawan pengabdian masyarakat UI karena telah berhasil memunculkan kembali tawa dan keceriaan anak-anak di Cianjur yang dulu sempat hilang,” ujar Prof. Agung.

Prof. Agung mengatakan, beberapa kisah di atas hanyalah sebagian kecil dari cerita perjuangan para pahlawan pengabdian masyarakat yang ada di UI. Keterbatasan dana hingga perbedaan latar belakang disiplin ilmu tak menyurutkan niat dan langkah mereka untuk terus mengabdikan diri demi mewujudkan masyarakat yang berdaya.

“Saya melihat dari setiap disiplin ilmu, kita memiliki pahlawan-pahlawan pengabdian masyarakat yang memang layak untuk disejajarkan sebagai pahlawan. Karena kegigihan mereka, meski mendapat dana atau tidak, mereka tetap mengabdi kepada masyarakat. Hal itu yang membuat saya sendiri sebagai pimpinan di PPM ini terinspirasi. Mereka adalah tokoh yang layak untuk kita bagikan kisahnya kepada teman-teman sivitas akademika,” tuturnya.

Dalam lika-liku perjalanan panjangnya memimpin direktorat ini, Prof. Agung mengaku kerap dihadapkan berbagai permasalahan. Bahkan, tak jarang mengalami kegagalan. Namun, dia memilih untuk tetap menghargai sekecil apapun tingkat keberhasilan yang telah dapatkan. Prof. Agung menilai, berbagai hambatan itu merupakan proses kerja yang harus dilalui oleh kapal yang dia nahkodai.

“Saya belajar bahwa mendapatkan keberhasilan meski hanya 10 persen dari upaya yang kita lakukan, itu tetap merupakan sebuah prestasi. Saya percaya itu, dan akan menggunakannya sebagai contoh baik dari sebuah proses kerja yang dilalui DPPM UI,” tuturnya.

Menurutnya, universitas harus berbuat sesuatu bagi masyarakat. Begitu pula dengan sivitas akademika yang semestinya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat untuk menolong mereka, bukan sebaliknya yang justru mengeksploitasi. Sebab selain menjadi sumber ilmu bagi masyarakat, sivitas akademika juga berperan sebagai sumber inovasi dari penelitian yang sudah dilakukan.

Perjalanan para pahlawan pengabdian masyarakat, tegas Prof. Agung, tidak cukup sampai ketika programnya telah berjalan saja. Melainkan bagaimana setelahnya, keberlanjutan dari program-program tersebut bisa terus membuat masyarakat berdaya dan memperbaiki kualitas hidup mereka. Seluruh indikator tersebut menjadi trilogi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain antara mengedukasi, menciptakan inovasi, dan mengabdi kepada masyarakat.

“Kami selalu mencoba menjalankan kewajiban sebagai seorang akademisi yang harus seimbang antara mengajar, meneliti, dan mengabdi. Apa yang kami ajarkan adalah hasil dari penelitian kami. Apa yang kami abdikan juga hasil dari penelitian kami yang nantinya akan menjadi timbal balik kepada kami. Riset yang belum sempurna akan memunculkan penelitian baru lagi. Saya selalu yakin, hari esok masih sangat cerah, masih ada peluang, masih ada potensi untuk berkembang,” katanya.

Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan kali ini, Prof. Agung memberikan apresiasi tertingginya dan akan terus mendukung langkah mereka sebagai wujud nyata ‘perayaan’ yang sesungguhnya atas jasa para pahlawan. Tak terkecuali, para sivitas akademika yang tak pernah gentar mengabdikan diri kepada masyarakat di seluruh penjuru wilayah Tanah Air.

“Sesungguhnya, pahlawan pengabdian masyarakat adalah mereka yang menjadi ‘Ing Ngarso Sung Tulodo’, sementara para pihak yang mendukung terlaksananya inovasi dan program tersebut sebagai ‘Ing Madya Mangun Karso’. Semua ini saling berkaitan untuk mendukung terwujudnya cita luhur Tut Wuri Handayani, sehingga nantinya Indonesia dapat menjadi negeri yang madani,” ujar Prof. Agung. 

(Karina Asta Widara )

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement