Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

10 Contoh Teks Cerita Sejarah Tema Pahlawan Indonesia yang Penuh Inspirasi

Cahyo Yulianto , Jurnalis-Jum'at, 10 November 2023 |11:05 WIB
10 Contoh Teks Cerita Sejarah Tema Pahlawan Indonesia yang Penuh Inspirasi
Ilustrasi untuk teks cerita sejarah tema pahlawan Indonesia (Foto: Istimewa)
A
A
A

3. Jenderal Soedirman

Jenderal Sudirman merupakan tokoh pahlawan nasional yang lahir di Bodas Karangjati pada 24 Januari 1916. Ia lahir dari orang tua bernama Karsid Kartowirodji dan Siyem.

Ayah Jenderal Sudirman diketahui bekerja di pabrik gula yang terletak di Banyumas. Sementara ibu Jenderal Sudirman merupakan keturunan wedana Rembang yang di kemudian menikah dengan Karsid Kartowirodji.

Sosok Toe Ridowati dan Raden Tjokrosoenarjo adalah dua tokoh yang dikenal sebagai orang tua angkat Sudirman. Orang tua angkatnya merupakan asisten wedana yang ternyata masih ada pertalian saudara dengan Siyem.

Kisah sejarah Sudirman kecil hingga dewasa dimulai dari pendidikan formal di Sekolah Taman Siswa. Kegemarannya berorganisasi menjadikan Jenderal Sudirman tumbuh sebagai pemuda yang cerdas.

Sudirman dilantik Presiden Soekarno pada 18 Desember 1945 sebagai Jenderal. Pada saat pengangkatannya tersebut Jenderal Sudirman tidak muda lagi karena telah memasuki usia 31 tahun.

Setelah menjadi Jenderal ia kemudian memimpin perang Ambarawa dari serangan Agresi Militer Belanda II. Meski sakit Jenderal Soedirman sukses melakukan misi gerilya untuk merebut kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada akhir hayatnya Jenderal Sudirman wafat karena menderita TBC dan dimakamkan di TMP Kusuma Negara Yogyakarta. Perjuangan yang besar layak membuat Sudirman dinobatkan sebagai Jenderal Besar Anumerta Bintang Lima.

4. Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien merupakan pahlawan perempuan berasal dari Aceh yang lahir pada tahun 1848. Ia merupakan keturunan dari keluarga bangsawan Aceh karena ia merupakan keturunan sultan Aceh secara langsung jika dari garis ayahnya.

Saat tahun 1862, ia dinikahkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga dan dikaruniai seorang anak laki-laki. Suaminya tersebut merupakan pemuda yang taat agama dan memiliki wawasan yang luas.

Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Ibrahim saat dirinya berusia 12 tahun. Saat itu Cut Nyak Dien dan anaknya sering ditinggal pergi oleh Teuku Ibrahim karena harus ikut berjuang melawan kolonial Belanda.

Setelah meninggalkan Lam Padang dalam beberapa bulan, Teuku Ibrahim menyerukan perintah kepada para penduduk untuk mencari perlindungan dan mengungsi ke tempat yang aman. Pada 29 Desember 1875 Cut Nyak Dien dan penduduk lainnya meninggalkan daerah tersebut.

Teuku Ibrahim wafat pada 29 Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dien terpuruk dalam menjalani hidupnya untuk beberapa saat.

Namun ia tak berputus asa dan bangkit kembali, justru hal tersebut menjadi alasan yang kuat baginya untuk berjuang melawan kolonial Belanda menggantikan suaminya.

Setelah suaminya wafat, Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar, cucu dari kakeknya. Keduanya tidak hanya diikat oleh pernikahan, tetapi juga berjuang bersama untuk melawan penjajah.

Cut Nyak Dien dan Teuku Umar bersama-sama melakukan pertempuran dan merebut kembali kampung halaman. Sayangnya, Teuku Umar gugur pada 11 Februari 1899 sehingga membuat pasukan perang semakin lemah.

Cut Nyak Dien cukup mengalami keterpurukan yang kedua kalinya. Setelah Belanda mengetahui pasukan Cut Nyak Dien yang semakin lemah, akhirnya Belanda melakukan serangan terus-menerus dan pasukan Cut Nyak Dien hanya dapat menghindar.

Hal ini akhirnya membuat kesehatan dan kondisi fisik Cut Nyak Dien semakin memburuk. Meskipun demikian, pertempuran melawan penjajah terus dilakukan.

Saat itu pasukan Belanda menangkap Cut Nyak Dien lalu mengasingkannya ke pulau Jawa untuk menghindari adanya pengaruh kepada masyarakat Aceh. Saat di pengasingan, ia mengalami gangguan penglihatan dan kondisinya semakin renta.

Selama sisa hidupnya, ia mendedikasikan diri untuk mengejar agama, tetapi ia merahasiakan identitasnya hingga ia wafat.

Cut Nyak Dien wafat di Sumedang pada 6 November 1908 dan secara pasti makamnya baru diketahui ketika 1960 saat Pemda Aceh melakukan penelusuran dengan sengaja.

Melihat perjuangan Cut Nyak Dien yang luar biasa selama masa hidupnya, tentunya hal ini bisa dicontoh oleh para generasi penerus bangsa yang terus melanjutkan kemerdekaan. Kegigihan dan ketegasannya sebagai perempuan yang terjun langsung dalam medan perang menjadi suri teladan bagi bangsa Indonesia.

5. Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin adalah tokoh pahlawan yang berasal dari Makassar. Ia merupakan raja ke-16 Kerajaan Gowa yang lahir pada 12 Januari 1631. Sebelum menjadi raja, nama asli beliau ialah I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah ia naik takhta, barulah ia bergelar Sultan Hasanuddin.

Kerajaan Gowa kala itu menentang keras kongsi dagang Belanda, yakni VOC yang ingin menguasai rempah-rempah di perairan Sulawesi dan Maluku.

Sultan Hasanuddin yang memegang tampuk kepemimpinan pun dengan tegas menolak monopoli tersebut sehingga Belanda geram dan menggempur Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa yang tak kuat menahan gempuran akhirnya dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.

Namun, itu semua tidak serta-merta memadamkan semangat juang Sultan Hasanuddin beserta para pasukannya. Perlawanan-perlawanan masih terjadi pasca perjanjian, tetapi sayang tidak membuahkan hasil yang maksimal sehingga VOC masih mendominasi di wilayah Sulawesi Selatan.

Meski tak bisa mengusir bangsa Barat, hingga akhir hayatnya Sultan Hasanuddin masih bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Kegigihan tersebut dibawa sampai ia wafat pada 12 Juni 1670 di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

6. Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara lebih dikenal sebagai Pahlawan Pendidikan Indonesia. Nama asli Ki Hajar Dewantara adalah Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Beliau merupakan keturunan dari keraton Yogyakarta. Pada umur 40 tahun, beliau mengubah namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.

Beliau tidak memakai gelar nama kebangsawanannya lagi dikarenakan beliau ingin lebih dekat dengan rakyat secara fisik maupun hatinya. Biografi Ki Hajar Dewantara memang penuh pengabdian kepada Indonesia. Sudah banyak sekali hal bermanfaat yang dilakukan oleh beliau.

Ki Hajar Dewantara bersekolah di ELS yang dulu merupakan sekolah dasar Belanda. Selanjutnya beliau juga melanjutkan sekolah di Stovia yang merupakan sekolah dokter untuk Bumiputera. Namun, selama sekolah di Stovia, beliau tidak sampai tamat dikarenakan sakit.

Hal ini juga banyak diceritakan di semua buku biografi Ki Hajar Dewantoro. Beliau pernah bekerja menjadi wartawan di berbagai media cetak terkenal pada masa itu, seperti Midden Java, Sedyotomo, De Express, Kaoem Moeda, Poesara, Oetoesan Hindia, dan Tjahaja Timoer. Tulisan beliau di berbagai media tersebut sangat komunikatif dan kritis sehingga dapat meningkatkan semangat rakyat pada masa itu.

Ketika membahas tentang biografi Ki Hajar Dewantara memang tidak pernah ada habisnya. Ada banyak sekali hal yang harus kita banggakan untuk beliau. Pada 1908, beliau aktif sebagai pengurus organisasi Boedi Oetomo.

Selanjutnya, beliau membuat organisasi sendiri bersama Douwes Dekker atau lebih dikenal dengan Dr. Danudirja Setya Budhi, dan Dr. Tjipto Mangoekoesoemo mendirikan sebuah organisasi yang bernama Indische Partij pada 25 Desember 1912.

Organisasi ini merupakan partai politik pertama di Indonesia yang beraliran nasionalisme untuk mencapai Indonesia merdeka. Ketika ingin mendaftarkan partai ini, mereka ditolak oleh Belanda karena dianggap menumbuhkan nasionalisme pada rakyat.

Dengan ditolaknya partai tersebut, mereka akhirnya membentuk Komite Boemi Poetra yang digunakan untuk membuat kritik ke pemerintahan Belanda. Mereka menulis berbagai kritikan untuk pemerintahan Belanda yang dimuat di surat kabar De Express yang pemiliknya pada saat itu adalah Douwe Dekker.

Dalam tulisan tersebut mereka mengatakan bahwa tidak mungkin merayakan kemerdekaan di negara yang sudah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Karena tulisannya itu, beliau dibuang ke Pulau Bangka, sebagai hukuman pengasingannya oleh pemerintahan Belanda. Cerita ini banyak ditemukan di buku-buku biografi Ki Hajar Dewantara.

Setelah pulang dari pengasingan dan sempat melakukan perjalanan ke Belanda, beliau akhirnya mendirikan Taman Siswa. Selama pendirian Taman Siswa ini banyak tantangan dan halangan dari pihak pemerintahan Belanda.

Dengan segala kegigihannya, akhirnya Taman Siswa mendapatkan izin berdiri. Setelah masa kemerdekaan, beliau menjabat sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan. Jika Anda mengunjungi Yogyakarta, Anda bisa mengunjungi museum yang didedikasikan untuk Ki Hajar Dewantara.

7. R.A. Kartini

Raden Ajeng Kartini adalah sosok perempuan Indonesia bergelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Ia lahir pada 21 April 1879 dan wafat 17 September 1904 saat melahirkan buah hatinya.

Raden Ajeng Kartini dikenal sebagai perempuan tangguh yang memperjuangkan emansipasi wanita Indonesia. Karya Raden Ajeng Kartini yang paling terkenal yaitu Buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

Meski dikenal sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional namun Kartini muda memiliki kisah menginspirasi. Kartini hidup bersama keluarga yang mengedepankan nilai-nilai adat dan tradisi. Kala itu wanita yang belum menikah tidak diperbolehkan keluar rumah.

Tradisi tersebut membelenggu hati Kartini namun ia justru berhasil menyingkirkan masalah tersebut setelah menikah dengan Adipati Rembang. Cita-cita Kartini untuk mendidik kaum perempuan agar maju kemudian didukung sang suami. Bersama sang suami ia mendirikan sekolah wanita yang berpusat di Kota Semarang, Malang, Yogyakarta, Surabaya, Madiun dan Cirebon.

Berkat kerja keras dan pantang menyerah Raden Ajeng Kartini dapat mengangkat kehidupan perempuan-perempuan Indonesia. Dengan demikian wajar jika Kartini mendapat gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement