Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Skripsi Tidak Wajib Bikin Joki Resah: Aduh, Bahaya Ini!

Muhammad Farhan , Jurnalis-Kamis, 31 Agustus 2023 |10:58 WIB
Skripsi Tidak Wajib Bikin Joki Resah: Aduh, Bahaya Ini!
Tidak wajib skripsi membuat joki resah berkurangnya pendapatan (Foto: Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Keputuskan Kemendikbudristek tidak mewajibkan skripsi sebagai penentu kelulusan mahasiswa, disambut baik oleh kalangan akademisi. Akan tetapi, ada sebagian masyarakat yang resah dengan kebijakan tersebut. Siapa lagi kalau bukan joki skripsi!

Sebut saja Jordi (22), bukan nama aslinya, salah satu joki skripsi yang biasa menawarkan jasa kelulusan mahasiswa sarjana S1 di sejumlah kampus di Jawa Barat dan Yogyakarta. Jordi menilai kebijakan penghapusan skripsi mengurangi pendapatannya. 

 BACA JUGA:

"Tanggapan saya sih aduh bahaya ini. Pendapatan jadi berkurang," ucapnya dikutip Kamis (31/8/2023).

"Lagi pula kan apabila dihapuskan maka ada dampak negatif bagi mahasiswa yang ingin menekuni bidang penulisan akademis atau yang meyakini kelulusan via bukti otentik seperti itu," kata Jordi saat dihubungi, Rabu (30/8/2023). 

 BACA JUGA:

Jordi menyampaikan dirinya sudah menekuni profesi sebagai joki skripsi ini selama hampir satu tahun. Dia mengaku mulai terbersit menjadi joki tersebut lantaran sering dimintai bantuan menyelesaikan tugas kuliah saat dirinya masih berstatus mahasiswa. 

"Permulaannya joki skripsi itu saya lakukan bermula saat lulus kuliah. Sebelum itu, sebenarnya saya hanya membantu teman-teman seangkatan yang memiliki kesulitan terkait penulisan skripsi," katanya. 

Jordi yang merupakan alumni sebuah kampus swasta di Bandung tersebut mengatakan, dirinya hanya berani menawarkan jasa bantuan skripsi tersebut kepada teman atau kenalannya saja. Namun seiring berjalannya waktu, jasanya tersebut terdengar dari mulut ke mulut hingga ke Yogyakarta. 

"Biasanya pelanggan dalam satu bulan hanya 1 atau 2 orang. Hingga saat ini, saya belum pernah mengerjakan full skripsi, hanya 1 atau 2 bab saja per pesanan," katanya. 

Jordi mengatakan, setiap jasa mengerjakan skripsi tersebut, dirinya mendapatkan keuntungan bervariatif mulai dari Rp500 ribu hingga satu Rp1 juta. Itu pun tarifnya didasarkan dengan tingkat kesulitan dari skripsi yang dikerjakannya. 

"Dengan biaya sekitar Rp500 ribu sampai Rp1 juta per bab, saya kerjakan tergantung tingkat kesulitan dan jurusan atau judul yang diambil," kata Jordi. 

Dalam hal kebijakan penghapusan skripsi tersebut, Jordi mengatakan seharusnya pemerintah juga dapat memberikan ketentuan kelulusan secara alternatif. Dia yang tidak setuju atas penghapusan skripsi itu mengatakan sebaiknya mahasiswa diberikan kebebasan memilih syarat kelulusan apabila skripsi tidak diwajibkan.

"Sebaiknya, menurut saya tidak perlu dihapuskan. Melainkan diberikannya mahasiswa kebebasan sebagai syarat kelulusan, semisal memilih skripsi atau magang selama kurun waktu yang sama atau kegiatan positif lainnya yang dapat menunjang soft skill maupun hard skill dalam meniti karir ke depannya," katanya.

Sebelumnya, Pengamat Pendidikan Universitas Paramadina, Totok Amin Soefijanto mengungkapkan pengganti skripsi harus menjawab tantangan era disrupsi dan Revolusi Industri 4.0 bahkan 5.0. Ada empat kompetensi penting yang perlu dikuasai yaitu komunikasi, kolaborasi, kreativitas, dan berfikir kritis.

 BACA JUGA:

Totok pun mengatakan harus dipahami terlebih dahulu mengapa skripsi sebagai syarat kelulusan mahasiswa dihapuskan.

“Kita harus memahami dulu maksud dari skripsi itu. Kenapa ada syarat itu? zaman dulu diperlukan, apakah zaman sekarang masih diperlukan? Apa esensi tugas akhir berupa skripsi tersebut?” katanya.

(Marieska Harya Virdhani)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement