Selama ini, jumlah mahasiswa UGM yang ditarik biaya kuliah per semester berupa senilai besaran BKT relatif sedikit.
Lebih dari 90 persen mahasiswa membayar biaya kuliah per semester dengan besaran UKT yang telah disubsidi atau di bawah besaran BKT di program studi tempatnya menjalani studi.
“Ketika UKT sama dengan BKT itulah BEP(break even point)-nya. Kalau kita melihat profil mahasiswa UGM, UKT yang paling tinggi yaitu UKT 8 besarannya ada yang sama dengan BKT, ada yang sedikit di bawahnya, dan hanya 9,2 persen mahasiswa UGM yang masuk mendapat UKT tertinggi ini. Kita sudah melakukan subsidi agar proses pendidikan dapat terselesaikan dengan baik,” terang Supriyadi.
Ia melanjutkan, sekitar 20 persen mahasiswa UGM masuk dalam penerima UKT 0, UKT 1 dan UKT 2 dengan biaya kuliah per semester sebesar Rp500 ribu dan Rp1 juta.
“Jika di program studi tersebut BKT-nya 9 juta, dan mahasiswa hanya membayar 500 ribu, berarti subsidinya sebesar 8,5 juta,” imbuhnya.
Subsidi biaya kuliah bagi mahasiswa UGM ini, terangnya, tidak semuanya dibiayai oleh pemerintah. Untuk itu, selama ini UGM menghimpun dukungan pembiayaan dari berbagai pihak, termasuk para orang tua mahasiswa, untuk menutup kebutuhan biaya yang jumlahnya tidak sedikit.
“Untuk menyiapkan SDM berkompetensi baik bukan hal mudah. Tidak bisa dipungkiri bahwa kita harus punya sumber daya pendukung dari sisi keuangan dan fasilitas yang memadai untuk menyediakan berbagai macam kebutuhan,” imbuhnya.
Dekan Sekolah Vokasi UGM, Dr-Ing. Ir. Agus Maryono, menerangkan bahwa solidaritas dari para orangtua mahasiswa selama ini banyak memberikan kontribusi bagi pengembangan Sekolah Vokasi.
“Ketika kemarin ada sumbangan sukarela, Sekolah Vokasi peringkat kedua penerima sumbangan dari seluruh fakultas. Berarti solidaritas orang tua untuk pengembangan UGM saya yakin ada,” ucapnya.
Selain memberikan subsidi dalam biaya perkuliahan yang harus dibayarkan oleh mahasiswa, UGM masih mengalokasikan berbagai dukungan pembiayaan bagi mahasiswa berupa beasiswa.