"Karena itu kami mencoba menawarkan solusi penerapan penyimpanan dengan bantuan panel surya sebagai sumber listrik utama," katanya, Jumat (28/10/2022).
Penyimpanan yang berbasis instore drying ini dinilai dapat mengeringkan dan menyimpan hasil pasca panen, serta menjaga mutu dari bawang merah dalam waktu tertentu sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Tak hanya itu, keunggulan alat ini juga dapat menekan kerusakan bawang merah dari 3,9 persen menjadi 0,83 persen per satu ikat dengan berat rata-rata 2-3 kilogram.
Apalagi dengan adanya penggunaan panel surya cerdas guna menjalankan sistem tanpa memerlukan listrik PLN yang tentunya akan menekan biaya operasional.
Sistem ini juga terdiri dari sensor suhu yang dikontrol menggunakan arduino dan akan dikendalikan oleh mikrokontroler agar berjalan otomatis sehingga mempermudah mitra binaan. "Dengan begitu, waktu efektif penyimpanan yang biasanya hanya bertahan empat minggu, mengalami peningkatan menjadi enam bulan," ujar Suyatno.
Lebih lanjut, menurut Suyatno, kapasitas dari instore drying yang didesain ini nantinya akan dikembangkan dari 10 kilogram untuk prototipe menjadi alat yang dapat menampung bawang merah dengan kuantitas hingga 100 kilogram atau bahkan 1 ton. Sehingga, dengan lahan yang dimiliki oleh mitra terkait dapat menampung keseluruhan dari hasil panen bawang merah dengan hasil mutu yang berkualitas.
KKN Abmas yang dilaksanakan di desa penghasil bawang merah, Desa Kajang, Kabupaten Nganjuk ini dibantu oleh 18 mahasiswa dari Departemen Fisika ITS.
Kegiatan ini ditargetkan dapat menjawab semua tantangan petani bawang.
Dimulai dari penggunaan produk guna membantu menjaga mutu hasil panen bawang merah yang berkualitas, hingga meningkatkan pendapatan petani bawang merah.
Inovasi tersebut diharapkan juga bisa mendukung pemerintah dalam meningkatkan mutu bawang merah untuk dijadikan bahan ekspor yang berkualitas.