Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Peran Sarwo Edhie dalam Mengharmoniskan Hubungan Tentara-Mahasiswa Serta Hapus Perpeloncoan

Nadilla Syabriya , Jurnalis-Senin, 03 Oktober 2022 |17:09 WIB
Peran Sarwo Edhie dalam Mengharmoniskan Hubungan Tentara-Mahasiswa Serta Hapus Perpeloncoan
Sarwo Edhie Wibowo/Istimewa
A
A
A

Sayang, kemesraan ini cepat berlalu. Pada 1973, Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) Jenderal Soemitro melarang interaksi taruna-mahasiswa.

Komando itu merupakan pusat koordinasi intelijen yang langsung dikendalikan Presiden Soeharto.

Dengan dalih menjaga stabilitas keamanan, Jakarta menyatakan komunikasi dengan mahasiswa hanya dapat dilakukan oleh Kopkamtib.

Beberapa hari setelah larangan itu, Sarwo menghubungi Daud menyampaikan kekecewaan.

Hubungan di antara mereka terbangun sejak Daud meliput pemberantasan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Jawa Tengah tahun 1965.

Dalam wawancara di rumah dinas di Magelang, Sarwo untuk pertama kali mengungkapkan alasan programnya itu: menghilangkan dikotomi sipil-militer.

Sarwo menilai hubungan baik militer dengan mahasiswi, yang sama-sama menumbangkan Orde Lama, sudah luntur.

Padahal mahasiswa sebagai calon pemimpin sipil dan taruna sebagai calon pemimpin militer merupakan sumber kekuatan Indonesia pada masa depan, sehingga perlu wadah bagi keduanya untuk berkomunikasi.

Ada juga program lain.

"Menghapus perpeloncoan," kata Iwan Sulanjana, yang pernah menjabat Panglima Divisi Siliwangi di Jawa Barat.

Saat baru menginjakkan kaki di kampus Akabri pada 1971, dia langsung jadi korban kekerasan senior, yang diistilahkan dengan "senggol-senggol".

Pernah juga dipaksa minum minyak ikan, yang baunya nauzubillah, sehingga banyak taruna muntah.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita edukasi lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement