Sebagaimana yang diungkapkan Laelatus, setiap emosi yang datang, apapun emosinya kita harus menerima dengan memberi space untuk emosi tersebut ada di dalam diri. Hal ini supaya kita bisa memahami sebenarnya apa yang sedang kita rasakan.
Merasakan, menyelami emosi dan tidak menolaknya membuat kita menemukan point of view baru dalam diri. Mengidentifikasi apakah emosi ini, adalah bagian dari emosi bahagia, emosi bersyukur, emosi berterima kasih, emosi penyesalan, atau emosi kecewa, dan sebagainya.
BACA JUGA:Akhir Juli, Hujan Meteor Alpha-Capricornids dan Delta-Aquariids Akan Hiasi Langit Indonesia
Karena dengan memahami jenis emosi apa yang sedang dirasakan, maka kita akan mengetahui bagaimana cara mengelolanya dengan baik.
Adapun menurut Laelatus, ketika mendapatkan realita yang tak sesuai harapan, yang pertama akan kita rasakan adalah tahap denial atau penyangkalan. Kemudian tahap kedua adalah anger atau amarah. Kemarahan terjadi sebagai bentuk penyaluran emosi.
Keluar dari tahapan itu kita kemudian melewati tahap bargaining atau menawar. Tahapan ini muncul ketika kita mulai menawarkan apapun untuk bisa menghindari rasa sakit. Selanjutnya kita akan merasakan tahap depresi. Kita merasakan kenyataan yang terjadi sebagai sebuah rasa sedih, emosi, merasakan kehilangan, bahkan menangis.
BACA JUGA:Tim Khusus Janji Terbuka Usut Kasus Penembakan Sesama Polisi di Rumah Kadiv Propam
Kemudian pada tahap terakhir adalah penerimaan. Tahap ini ketika kita sudah melupakan dan menerima emosi dari kenyataan yang ada, dan disitulah akan muncul rasa penerimaan. Tahap penerimaan ini akan memberi space pada emosi yang kita rasakan.
“Lima tahapan tersebut mengajarkan kita bahwa perasaan kecewa, sedih, menyesal adalah sesuatu hal yang normal. Kita sebagai manusia membutuhkan emosi negatif itu untuk senantiasa belajar dan mengevaluasi dari setiap hasil yang telah didapat kemarin,” lanjut Laelatus.