 
                JAKARTA - Asas rahasia pada lembaga keuangan perbankan sudah dikenal sejak lama. Hal tersebut dimulai ketika runtuhnya feodalisme dalam pertarungan memperjuangkan hak – hak individu dalam perdagangan. Keterangan – keterangan mengenai soal keuangan dan pribadi nasabah menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar bagi perlindungan hak milik pribadi dan kelangsungan praktek perdagangan.
Menjelang pertengahan abad ke-19, boleh dikatakan semua pemerintahan di Eropa Barat telah mensahkan asas kerahasiaan perbankan dan telah mengakomodir undang – undang serupa di setiap negara yang menghendaki sistem perbankan yang tertib.
Pengertian Rahasia Bank dapat kita temui dalam Pasal 1 angka 28 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan):
“Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpannya.”
Baca Juga: Menjaga Netralitas Kampus
Prinsip Kerahasiaan Bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi kepentingan nasabah Bank agar terlindungi kerahasiaan yang menyangkut keadaan keuangannya dan data pribadi nasabah. Di samping itu, kerahasiaan bank juga diperuntukan untuk kepentingan Bank itu sendiri, karena Bank dapat dipercaya oleh nasabah untuk mengelola uangnya. Oleh karenanya Prinsip kerahasiaan Bank merupakan jiwa dari sistem perbankan.
Gambaran betapa pentingnya kerahasiaan Bank yang harus dipegang oleh perbankan dapat dilihat dalam Tournier v. National Provicial and Union Bank of England pada Tahun 1924. Kasus ini kerapkali dijadikan acuan dalam sistem common law yang secara jelas menunjukan bahwa hak dari nasabah dilindungi oleh hukum salah satunya yaitu kerahasiaan informasi nasabah oleh Bank.
Baca Juga: Kita Muda, Kita Peduli
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan dari nasabahnya sehingga Bank dituntut untuk dapat menjaga kerahasaiaan atas segala data dan informasi yang terkait dengan nasabahnya termasuk informasi transaksi keuangan yang dilakukan nasabahnya.
Pesatnya perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan telah menjadikan Bank sebagai sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang. Bank dipilih menjadi tempat pencucian uang karena banyak menawarkan jasa instrumen dalam lalu lintas keungan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu dana. Hal ini dapat kita lihat dalam kasus Inong Malinda atau yang lebih dikenal dengan Malinda Dee dalam Putusan Kasasi nomor 1607 K/PID.SUS/2012 yang telah berkuatan hukum tetap.
Putusan itu pada intinya menyatakan Malinda Dee telah melakukan tindak pidana perbankan dan pencucian uang yang melibatkan beberapa Bank seperti Bank Mega dan BCA. Salah satu penyebab maraknya tindak pidana pencucian uang dengan sarana Bank karena Bank sebagai lembaga keuangan yang berbasis kepercayaan memberikan jaminan kerahasiaan atas data nasabah sebagai Rahasia Bank.