JAKARTA - Kisah Arya Daru Pangayunan, Diplomat Kemlu berprestasi lulusan Hubungan Internasional UGM. Arya Daru Pangayunan, diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang dikenal cemerlang dalam tugas-tugasnya, ditemukan meninggal dunia secara tak wajar di sebuah kamar indekos di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Arya merupakan lulusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), angkatan 2005. Arya lahir di Sleman, Yogyakarta, pada 15 Juli 1986. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya di UGM, ia memulai karier diplomatiknya dengan bergabung di Kementerian Luar Negeri.
Pengalaman profesionalnya di bidang hubungan luar negeri sangat luas. Ia pernah ditugaskan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Yangon (2011–2013), kemudian menjabat Third Secretary di Dili, Timor Leste (2018–2020), dan terakhir sebagai Second Secretary di Buenos Aires, Argentina (2020–2022).
Pada tahun 2025, Arya ditugaskan di Direktorat Perlindungan WNI Kemlu RI. Dalam posisi ini, ia terlibat dalam penanganan berbagai misi perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri, termasuk evakuasi WNI dari wilayah konflik seperti Iran dan Turki.
Jasad Arya ditemukan pada Selasa pagi, 8 Juli 2025, sekitar pukul 08.30 WIB, oleh penjaga kos yang diminta mengecek kondisi kamar oleh sang istri. Sang istri sebelumnya mengaku tidak bisa menghubungi Arya sejak malam sebelumnya. Saat ditemukan, tubuh Arya berada di atas tempat tidur dalam kondisi tak biasa, bagian wajahnya tertutup kain dan lakban, dan tubuhnya tampak dililit kain berwarna gelap. Pihak kepolisian menyebutkan tidak ada tanda kekerasan pada tubuh korban dan kamar dalam keadaan terkunci dari dalam.
Jenazah kemudian dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk keperluan autopsi. Hingga berita ini ditulis, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan lebih lanjut, termasuk memeriksa CCTV, saksi, serta berbagai barang bukti yang ditemukan di lokasi.
Pihak Universitas Gadjah Mada menyampaikan duka cita mendalam atas kepergian Arya. Wakil Rektor UGM, Arie Sujito, menyatakan bahwa Arya merupakan salah satu alumni terbaik yang telah memberikan kontribusi luar biasa bagi negara. Ia berharap agar proses penyelidikan dilakukan secara terbuka dan menyeluruh. Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional UGM, Nur Rachmat Yuliantoro, yang menyebut Arya sebagai pribadi yang berdedikasi dan membanggakan almamater.
Kementerian Luar Negeri juga turut menyampaikan bela sungkawa dan menyatakan akan mendukung penuh proses penyelidikan yang tengah dilakukan oleh aparat penegak hukum. Pihak Kemlu menyebut Arya sebagai diplomat yang bertugas dengan semangat tinggi dan berdedikasi dalam melindungi warga negara di luar negeri.
Teman-teman Arya mengenangnya sebagai pribadi yang rendah hati dan mudah bergaul. Seorang rekan semasa SMA menyebut Arya sebagai sosok yang tak pernah memiliki musuh, selalu ramah, dan memiliki komitmen besar terhadap pekerjaannya. Kepergiannya secara mendadak membuat banyak pihak merasa kehilangan.
Jenazah Arya telah dimakamkan di daerah Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Prosesi pemakaman dihadiri oleh keluarga, kerabat, rekan kerja, dan sejumlah pejabat dari Kementerian Luar Negeri serta perwakilan dari Universitas Gadjah Mada. Karangan bunga dari berbagai institusi tampak berjejer di lokasi sebagai bentuk penghormatan terakhir.
Kepergian Arya menyisakan luka mendalam, tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi dunia diplomasi Indonesia. Publik kini menantikan hasil penyelidikan yang diharapkan mampu mengungkap kebenaran atas kematian diplomat muda yang penuh dedikasi ini.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)