Setelah pembukaan, sambutan dibawakan dari perwakilan setiap lembaga yang berpartisipasi. Muhammad Iqbal perwakilan dari Kementerian Agama Indonesia di Rabat dan Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI), menyampaikan bahwa hubungan Indonesia dan Maroko bukan sekadar diplomatik, tetapi juga menyangkut peradaban dan keilmuan.
Hal ini dibuktikan dengan adanya program beasiswa LPDP pelatihan Karya Tulis Ilmiah oleh Kementerian Agama yang sudah berlangsung selama 2 bulan. Diskusi yang Menggugah Pemikiran Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi intensif yang melibatkan akademisi, aktivis, dan tokoh masyarakat. Di antara para penanya ialah seorang doktor dalam bidang syariah dan hukum.
Ia menyampaikan urgensi umat Islam zaman sekarang untuk peduli terhadap hukum dan teknologi guna mewujudkan kesatuan umat islam dalam budaya dan peradaban. Hal tersebut direspon oleh Prof. Amin Said, menanggapi bahwa sulit untuk mempersatukan umat Islam atas budaya yang sama.
“Dahulu kita disatukan atas satu budaya yang sama, yaitu Tsaqafah Islamiyyah (budaya keislaman). Akan tetapi, semakin berkembangnya zaman banyak pengaruh budaya luar yang masuk. Tangier, menjadi saksi akulturasi budaya Maroko. Banyak dari masyarakatnya yang berbahasa Spanyol sebagai bekas dari penjajahan dahulu” ujarnya.
Di akhir sesi diskusi, PPI berkesempatan mewawancarai salah seorang penerima beasiswa LPDP pelatihan Karya Ilmiah, Dr. Ahmad Ubaidi Hasbillah. Ia menyampaikan bahwa Indonesia lebih unggul dari Maroko dalam pelestarian budaya.
Hal ini dapat dilihat dari pengaruh akulturasi budaya yang kuat di negara ini, yang secara perlahan mengurangi kepedulian warga Maroko terhadap warisan budaya mereka sendiri. Penutupan dengan Harapan yang Besar Acara ditutup dengan makan siang bersama, dilanjutkan dengan sesi foto untuk menandai persahabatan dan kolaborasi antara Timur Tengah, Asia, dan Afrika.
Dialog ini diharapkan menjadi gerbang awal dalam mendorong komunikasi dan kerja sama yang lebih intens, menuju perdamaian dan harmoni lintas budaya yang lebih kokoh. Melalui dialog ini, diharapkan lahir inisiasi-inisiasi baru yang tidak hanya memperkokoh jembatan peradaban tetapi juga menjadi landasan bagi upaya bersama dalam membangun masyarakat global yang lebih harmonis, inklusif, dan berkelanjutan
(Taufik Fajar)