JAKARTA - Made Emilia Cahyati (18) diterima kuliah di prodi ilmu dan Industri Peternakan, Fakultas Peternakan UGM lewat Jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).
Tidak hanya lolos masuk UGM tanpa tes, Emil juga mendapat beasiswa UKT pendidikan Unggul Bersubsidi sebesar 100% atau biaya kuliah gratis dari UGM.
Emil sebenarnya juga tidak menyangka akan diterima kuliah di kampus UGM. Sebab menurut cerita para gurunya, belum pernah satupun alumni SMA 1 Pangale, Kabupaten Mamuju Tengah, yang diterima kuliah di kampus UGM.
“Emil, yakin mau ambil UGM?”
“Saya yakin Bu,” kata Emil, meski dalam hatinya penuh rasa tidak percaya diri dilansir laman resmi UGM, Jakarta, Senin (22/7/2024).
Namun Emil meyakinkan dirinya untuk memilih kuliah di UGM dikarenakan semenjak di bangku sekolah dasar hingga bangku SMP dan SMA ia tidak bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah Favorit.
Bahkan jarak sekolah SMA dari rumahnya ditempuh hingga 45 menit menaiki kendaraan roda dua melewati area kebun sawit.“Saya bergantian dengan teman setiap tiga hari sekali gantian bawa motor, patungan bensin,” katanya.
Pernah sesekali ban bocor, Emil dan temannya terpaksa datang terlambat sampai ke sekolah. Jika ban bocor di jalan, ia menunggu teman satu sekolah lainnya yang melintas untuk membantu mendorong atau ia menelpon ayahnya untuk menjemput.
Selama di bangku sekolah, Emil langganan juara kelas masuk rata-rata tiga besar. Ketertarikannya pada pelajaran matematika dan sastra mendorongnya mengikuti berbagai perlombaan dan sering berhasil menjadi juara.
Emil pernah mendapat juara 1 bidang matematika pada lomba Olimpiade Sains Nasional Tingkat Mauju pada April 2023 se-Sulawesi Barat. Selain itu, ia juga pernah meraih juara 1 bidang lomba menulis cerpen pada Festival Lomba Siswa Nasional (FLS2N) jenjang SMA tingkat Kabupaten Mamuju Tengah.
Di tingkat nasional, Emil juga pernah lolos lomba Utsawa Dharmagita Agama Hindu tahun 2021 yang diselenggarakan Dirjen Bimbingan Masyarakat Hindu Kemenag RI untuk kategori remaja. Lalu di tahun 2024 ini ia pun kembali lolos di ajang yang sama yang diselenggarakan di Solo, Jawa Tengah.
Meski tinggal di kawasan Transmigran, tidak menyulutkan langkah Emil untuk bisa mengenyam kuliah di kampus UGM. Berbagai cara ia lakukan untuk bisa masuk UGM tanpa tes dengan mengikuti berbagai perlombaan. Menurutnya tidak ada yang tidak mungkin asal kita mau berusaha.
“Dari awal memang saya sudah niat mau masuk UGM karena Yogyakarta terkenal dengan pendidikannya. Dulu saja sekolah SMP saya termasuk daerah 3T. Lalu SMA saya tidak masuk daftar ranking 1000 SMA terbaik di Indonesia, paling tidak saya bisa masuk ke kampus favorit,” katanya.
Sang kakek, Made Yarnita (69) nampak sumringah melihat sang cucu melanjutkan kuliah di kampus UGM. Meski ia tak tahu banyak soal pendidikan. Namun Yarnita ingat persis bagaimana tahun 1983 ia mengajak istri dan anaknya baru satu, Kadek umur 3 tahun, berangkat naik kapal dari Buleleng, Bali, merantau ke Mamuju sebagai transmigran bersama ratusan kepala keluarga lainnya.
Mendaftar sebagai transmigran, menjadi satu-satunya pilihan bagi Yarnita untuk mengubah masa depan keluarganya. Di Buleleng, kenangnya, ia tidak punya tanah untuk digarap dan sehari-hari bekerja sebagai buruh tukang kayu.
(Dani Jumadil Akhir)