Uang Kuliah Mahal di Indonesia, Ini Penyebabnya

Faradilla Indah Siti Aysha, Jurnalis
Sabtu 22 Juni 2024 12:21 WIB
Penyebab Biaya Kuliah di Indonesia Mahal. (Foto: Okezone.com/Freepik)
Share :

JAKARTA - Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini mengungkapkan penyebab mahalnya uang kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) saat ini. Menurutnya, UKT mahal, karena alokasi anggaran pendidikan tinggi di Kemendikbud (UI, UGM, ITB, UNDIP, UB, dll) hanya kebagian 1,1% atau sekitar Rp7 triliundari total anggaran 20% yang harus dialokasikan kepada sektor pendidikan secara keseluruhan.

“Perguruan Tinggi Negeri dipaksa untuk mencari anggaran sendiri dengan cara mengeruk uang dari mahasiswa sehingga pendidikan tinggi tidak lebih dari pasar, “ada uang ada barang.” ujar Didik, Sabtu (22/6/2024).

Perguruan Tinggi Negeri pun akhirnya melupakan kualitas dan tugas untuk membangun daya saing bangsa, mandek untuk mencari inovasi teknologi untuk kemajuan, dan tertinggal dalam riset mendalam. Mereka kemudian menumpuk mahasiswa melakukan pola pengejaran ala kursus-kursus yang lazim ada di banyak kota di Indonesia.

“Karena itu, setidaknya 10-20 universitas utama di Indonesia hanya menjadi universitas kelas underdog di Asia, apalagi di dunia. Tidak usah dibandinkan dengan NUS di Singapura (ranking 8 dunia), dengan Maklaysia (UKM) saja ketinggalan jauh,” ujarnya.

Jadi dosen dan mahasiswa Indonesia mesti tahu bahwa alokasi untuk pendidikan tinggi memang tidak mendapat perhatian yang memadai. Atau bahkan bisa dikatakan tidak sama sekali diperhatikan dengan baik dan wajar sebagaimana amanat konstitusi, warga negara berhak mendapat pendidikan yang baik (pasal 31 UUD 1945).

Perguruan tinggi swasta apalagi, bukan hanya tidak diperhatikan, tetapi justru dibedakan statusnya, dianaktirikan dan ada perlakuakan semacam “rasisme pendidikan tinggi”.

“Jadi ribuan perguruan tinggi yang didirikan oleh inisiatif masyarakat, tanpa dukungan dana negara, tidak mendapat kucuran anggaran pendidikan tersebut kecuali secuil anggaran pengabdian masyarakat atau penelitian, yang tidak pasti, kadang ada dan kadang tidak,” ujarnya.

Kementrian lain atau lembaga lain di luar Kementrian Pendidikan juga memakan dana tersebut empat kali atau 400% lebih banyak dari perguruan tinggi negeri di bawah Kemendikbud. Jumlahnya sangat besar yakni Rp32 triliu.

“Ini merupakan bentuk politik pendidikan tinggi yang anomali dan menyimpang. Bahkan setiap mahasiswa di kementrian seperti ini ada mark up gila-gilaan karena ratio biaya APBN per mahasiswa di kementrian-kementrian ini jauh lebih tinggi daripada perguruan tinggi negeri di bawah Kemenndikbud, yang diperkirakan dan ada indikasi mencapai 60 juta per mahasiswa,” ujarnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Edukasi lainnya