Dia mengaku hilang konsentrasi. “Ketika saya ujian saya tiba-tiba hilang fokus dan hilang arah. Suara di telinga saya jadi bising banget, keseimbangan otak saya jadi pusing,“ ujarnya.
Kini, Naufal belum mendapatkan kampus idamannya melalui jalur SNBT. Walaupun kecewa, dia terus berusaha untuk menggapai mimpinya.
Dia menyimpan harap agar apa yang dialami tidak lagi terjadi.
“Semoga ke depannya lebih baik sistemnya, mempermudah penyandang disabilitas tunarungu bisa ikut ujian UTBK dan menggunakan ABD nanti,“ kata Naufal.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Humas Universitas Indonesia Amelita Lusia mengatakan bahwa UTBK tersebut sifatnya visual, bukan mendengarkan (listening).
“Sehingga seorang peserta tunarungu tidak membutuhkan asistensi atau bantuan apa pun. Semua instruksi ujian ditampilkan di layar,” katanya.
Amelita menambahkan bahwa UI sudah beberapa kali menjadi Pusat UTBK bagi peserta difabel, dan selama ini ujian berlangsung kondusif.
“Sebagai perguruan tinggi yang peduli dan ramah kelompok difabel, kami senantiasa siap memberi asistensi sesuai dengan kondisi dari masing-masing peserta difabel,” katanya.
(Feby Novalius)