JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan alasan terjadinya perbedaan awal puasa Ramadhan dan persamaan Lebaran di Indonesia pada 2024.
"Kalau dilihat dari prinsip kalender, perbedaan itu terjadi karena perbedaan kriteria dan perbedaan otoritas," kata Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin di Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Dia menjelaskan kriteria hilal yang secara resmi diadopsi pemerintah Indonesia dan ormas-ormas Islam adalah tinggi minimal 3 derajat Celcius dan elongasi atau jarak pisah bulan dengan matahari sebesar 6,4 derajat.
Menurutnya, kriteria itu sudah disepakati oleh para menteri agama di Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura (MABIMS).
Wilayah yang memenuhi kriteria 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat berada di Benua Amerika, sedangkan Asia Tenggara belum terpenuhi sehingga kemungkinan besar hasil rukyat pada 10 Maret 2024 tidak ada yang berhasil.
Dia menerangkan faktor itulah yang membuat awal Ramadhan di Indonesia jatuh pada 12 Maret 2024.
Namun, ada organisasi masyarakat atau ormas yang menggunakan kriteria berbeda, yakni wujudul hilal.
BACA JUGA:
Pada 10 Maret 2024 di Indonesia, katanya, posisi Bulan sudah di atas ufuk dan sudah positif. Di Jakarta, posisi Bulan tingginya 0,7 derajat dan elongasi sudah di atas ufuk, namun masih kurang dari 6,4 derajat.
Organisasi masyarakat itu lantas memutuskan awal Ramadhan jatuh pada 11 Maret 2024.
"Pemerintah mengumumkan pada sidang isbat, tapi otoritas ormas dan pimpinan ormas sudah mengumumkan lebih dahulu," ujarnya.
Meski awal Ramadhan berbeda, katanya, tanggal Lebaran ada persamaan, baik pemerintah maupun organisasi masyarakat.