JAKARTA - Setiap manusia tentu tidak bisa menebak kapan mereka akan mati. Peneliti menemukan aplikasi kalkulator Doom Life2vec dengan menggunakan AI untuk memprediksi kematian seseorang. Apakah akurat?
Para peneliti dari Denmark dan AS telah mengembangkan kalkulator kematian yang disebut "Life2vec" yang dapat memprediksi kapan seseorang akan meninggal. Model yang didasarkan pada kecerdasan buatan agak mirip dengan ChatGPT, yang berfungsi sebagai chatbot.
BACA JUGA:
Namun, interaksi yang dilakukan dengan Life2vec sangat berbeda dibandingkan dengan interaksi yang dilakukan dengan ChatGPT. Life2vec mencakup data lebih dari 6 juta orang di seluruh Denmark.
Data tersebut diberikan oleh pemerintah negara tersebut, yang berkolaborasi dalam penelitian ini. Data tersebut mencakup pendidikan, usia, pekerjaan, pendapatan, kesehatan, dan peristiwa lainnya.
Menariknya, setiap bagian data diberi token digital yang bervariasi. Ini semua dikategorikan secara spesifik.
Misalnya, representasi patah tulang lengan bawah adalah "S52", sedangkan pekerjaan di toko tembakau diberi kode "IND4726". Model AI bekerja dengan mengasimilasi data kehidupan tentang individu dalam kalimat.
Seiring dengan berkembangnya model tersebut, model tersebut memperoleh kemampuan untuk membangun lintasan kehidupan individu manusia. Sune Lehmann, penulis studi dan profesor ilmu jaringan dan kompleksitas dari Technical University of Denmark, menjelaskan bahwa keseluruhan kisah kehidupan manusia dapat dianggap sebagai kalimat panjang yang mencakup berbagai hal yang mungkin terjadi pada seseorang.
Menariknya, algoritma tersebut juga mampu memprediksi kepribadian individu. Untuk mencapai prestasi tersebut, tim melatih model untuk memprediksi jawaban orang-orang pada tes kepribadian tertentu. Namun, Lehmann memperingatkan bahwa karena data tersebut berasal dari Denmark saja, prediksi tersebut tidak dapat diterapkan pada mereka yang tinggal di wilayah lain.
Seberapa Akurat Life2vec?
Terkait prediksi “waktu kematian”, AI akhirnya mampu memprediksi dengan tepat siapa saja yang meninggal pada tahun 2020 dengan akurasi 78%. Para peserta penelitian tidak diberitahu tentang prediksi kematian mereka.
"Karena ini merupakan sesuatu yang sangat tidak bertanggung jawab,” catat Lehmann dilansir dari Science Times, Sabtu (23/12/2023).