SEMARANG - Sebanyak 52.574 guru madrasah dari berbagai jenjang di Jawa Tengah belum tersertifikasi menjadi guru profesional. Upah mereka juga masih minim.
Para guru berasal dari non-PNS, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) termasuk PNS. Data terbaru dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Tengah, rinciannya guru non-PNS yang belum tersertifikasi berjumlah 50.600 guru, P3K sebanyak 949 guru dan PNS sebanyak 1.025 guru madrasah. Sementara guru madrasah yang sudah tersertifikasi berjumlah 51.103 guru, terinci non-PNS 34.332 guru, P3K 1.113 guru dan PNS 15.658 guru madrasah.
BACA JUGA:
“Prosentasenya total yang belum tersertifikasi 50,71 persen, sementara yang sudah tersertifikasi 49,29 persen,” ungkap Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Jateng Ahmad Faridi saat diwawancara di kantornya, Kota Semarang, dikutip Rabu (1/11/2023).
Dari total yang belum tersertifikasi, sebut Faridi, baru 24.000 guru yang mendapatkan insentif Rp250.000 per bulan. Sisanya, yakni 28.574 guru madrasah belum dapat insentif per bulan. Besaran dan kuotanya ditentukan oleh Kemenag pusat.
“Kami ingin sejahtera semua (guru madrasah), tapi anggaran kami terbatas,” ucapnya.
Sebab itulah, pihaknya mendorong yayasan-yayasan alias swasta yang mengoperasionalkan pendidikan madrasah untuk bisa bersama memperjuangkan guru-gurunya.
BACA JUGA:
“Minimal sesuai UMR lah, karena ada yang (masih) di bawah Rp1juta (per bulan, honornya),” katanya.
Kondisi ini membuat Kemenag Jateng terus berusaha memperjuangkan dengan mendorong penambahan kuota sertifikasi ke pusat. Per tahun jatah sertifikasi di Jateng hanya 1.700 orang.