JAKARTA - Dua kanker yang paling berbahaya pada perempuan adalah kanker payudara dan kanker serviks. Kedua kanker ini akan lebih besar peluang kesembuhannya jika terdeteksi sejak dini. Pelajar dan mahasiswa penting diberikan edukasi tentang kesehatan payudara dan reproduksi, khususnya pada mereka yang mulai pubertas atau beranjak remaja.
Kementerian Kesehatan mengajak edukasi kanker payudara sejak dini yaitu salah satunya melalui SADARI. SADARI adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan mata dan tangan sendiri untuk menemukan apakah terdapat perubahan pada payudara. Pemeriksaan ini bisa dilakukan rutin di rumah tanpa memerlukan bantuan alat apa pun.
Selain itu, pelajar SD juga sudah diedukasi pentingnya mencegah kanker serviks dengan pemberian vaksin HPV. Imunisasi HPV ini utamanya diberikan segera kepada anak-anak perempuan usia kelas 5 SD/MI/sederajat atau anak usia 11 tahun (bagi anak usia sekolah yang tidak bersekolah) untuk dosis pertama dan selanjutnya dosis kedua 6 sampai 12 bulan kemudian. Vaksin HPV penting diberikan anak usia kelas 5 sekolah dasar. pemberian vaksin ini sangat penting untuk mencegah kanker serviks dikemudian hari. Vaksinasi ini baik diberikan untuk anak-anak sekolah dasar yang belum aktif melakukan aktivitas seksual.
“Penting mengedukasi bahaya kanker sejak dini, termasuk menyambangi pelajar-pelajar SMP dan SMK yang mulai beranjak dewasa karena sudah mulai mengalami perubahan hormon. Sejalan dengan Bulan Kesadaran Kanker Payudara, kami melalui ekosistem One Onco dan bersama Nutrican berkomitmen untuk terus menemani dan memberikan dukungan moral bagi para cancer survivor dan warrior melanjutkan perjuangan. Kami senantiasa terlibat aktif dengan komunitas-komunitas kanker, untuk terus mengedukasi seputar kanker sekaligus memberikan dukungan psikologis maupun moril bagi para #TemanPerjuangan, termasuk mengangkat tema terkait banyaknya hal yang bisa disyukuri dalam hidup cancer survivor dan warrior, dalam hal hubungannya dengan keluarga, pasangan, maupun tampil percaya diri dan mencintai diri sendiri. Hal tersebut merupakan kondisi yang sering dialami cancer warrior dan survivor demi menumbuhkan perasaan berharga mereka, selama menjalani pengobatan ataupun kemoterapi,” ujar Group Product Manager PT Global Onkolab Farma, dr. Fauzi Imam Sambodo dalam keterangan dikutip Senin (30/10/2023).
BACA JUGA:
Melalui Breast Cancer Awareness Month (BCM) dengan tema Living Beyond Breast Cancer : Beauty from Within : Blessed, Happy, Confident, Loved oleh PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe), terungkap fakta bahwa kanker payudara menempati urutan pertama terkait jumlah kanker terbanyak di Indonesia. Fakta lainnya, 60-70 persen pasien kanker payudara datang ke rumah sakit dan terdiagnosis sudah dalam stadium lanjut (stadium III dan IV).
Edukasi Sejak Dini
Pengobatan kanker payudara tergantung pada jenis, stadium, ukuran kanker, serta apakah sel kanker sensitif terhadap hormon. Metode pengobatannya bisa dengan prosedur bedah, kemoterapi, radioterapi, terapi hormon, atau kombinasi dari metode-metode tersebut.
“Kadang-kadang, terapi hormon berisiko menyebabkan proses menopause lebih dini,” tambah Dokter Spesialis Bedah Kanker, dr. Yadi Permana, Sp.B(K)Onk.
Sejumlah permasalahan menyelimuti pasien kanker payudara, yakni kesehatan fisik, mental, maupun finansial. Tak hanya itu, penanganan kanker juga dapat mempengaruhi seksualitas dalam berbagai aspek, karena terdiagnosis kanker payudara, tidak jarang pasien mendapatkan terapi hormon yang mengganggu fungsi seksual.
“Terapi hormon adalah jenis pengobatan kanker yang melibatkan penggunaan obat untuk memblokir efek hormon yang mendorong pertumbuhan sel kanker. Hormon seperti estrogen dan progesteron dapat merangsang pertumbuhan beberapa jenis kanker payudara. Maka, terapi hormon mengurangi kadar hormon-hormon ini atau mencegahnya bekerja,” jelas dr. Yadi Permana, Sp.B(K)Onk.
Pengobatan kanker payudara mempengaruhi organ reproduksi, gambaran mengenai diri, dan intimasi dengan pasangan. Bahkan, semakin muda seseorang mendapatkan terapi kanker, semakin tinggi juga risiko untuk terkena gangguan seksual. Gangguan fungsi seksual ini menyebabkan rendahnya kualitas hidup para pejuang kanker payudara.
Kondisi kanker juga dapat menyebabkan pejuang kanker mengalami early menopause. Selain itu, perubahan hormonal yang terjadi berkaitan dengan persepsi pasien kanker terhadap diri mereka, karena perubahan-perubahan tersebut berisiko menyebabkan depresi dan kecemasan.
Menurut Seksolog Zoya Amirin, lebih dari 60 persen pasien yang menjalankan perawatan kanker mengalami gangguan seksual dan hanya 15 persen dari mereka yang mendapatkan bantuan dari tenaga profesional. Padahal, bantuan tersebut diperlukan untuk meningkatkan kemampuan seseorang mengatasi masalah gangguan seksual dan dalam merehabilitasi hubungan seksual dengan pasangan suami/istri masing-masing.
BACA JUGA:
“Edukasi sejak dini tentang kesehatan reproduksi dan seksual penting untuk diberikan kepada anak-anak yang sudah pubertas. Beritahu kepada anak bahwa menstruasi adalah fase di mana kamu sudah bisa hamil. Langsung saja bilang alat kelamin wanita dan laki-laki. Jangan pakai kata perumpamaan seperti burung atau bunga. Nanti anak-anak bingung dan jadi salah paham hingga mereka dewasa,” tegas Zoya.
Maka jika anak sudah mendapatkan edukasi, mereka akan lebih mendapatkan pengetahuan yang luas. Sebaliknya, jika dianggap tabu atau ditutup-tutupi, mereka akan mencari sendiri dan meluapkan rasa ingin tahunya dari sumber yang salah.
(Dani Jumadil Akhir)