JAKARTA - Sosok Prof Komarudin dikenal sebagai Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Baru-baru ini bahkan dia baru saja dilantik kembali menjadi Rektor UNJ untuk periode 2023 – 2027 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Makarim. Untuk menduduki puncak jabatan itu, jalan hidup yang dilalui oleh Prof Komarudin sejak kecil berliku-liku dan penuh perjuangan.
Dari sisi pengalaman kepemimpinan di UNJ, pria kelahiran Indramayu ini tidak diragukan lagi. Banyak pengalaman kepemimpinan yang dijabat Prof. Komarudin, dari menjabat Sekretaris Jurusan PMP-KN FPIPS IKIP Jakarta, Ketua Jurusan Ilmu Sosial Politik FIS UNJ, Wakil Dekan IV FIS UNJ, Kepala Pusat KMK Lemlit UNJ, Dekan FIS UNJ, Wakil Rektor Bidang 2 UNJ, hingga kini menjadi Rektor UNJ untuk 2 periode.
Prof. Komarudin merupakan anak kedelapan dari sembilan bersaudara, namun lima saudaranya sudah meninggal dunia. Tinggal Prof. Komarudin bersama ketiga kakaknya yang masih hidup.
Tidak pernah terbayangkan olehnya bisa menduduki jabatan puncak di perguruan tinggi. Prof. Komarudin sendiri berasal dari keluarga petani kecil yang mengalami kesulitan ekonomi, yang juga bekerja sebagai pengumpul sekam atau kulit padi, yang oleh orang setempat di penggilingan padi sekitar Jatibarang disebut “dedek”, sehingga kemudian ayahnya dikenal dengan istilah "tukang dedek".
“Keluarga saya itu susah sekali dulu. Banyak juga saya melihat teman-teman yang bisa bersekolah, tetapi saya sulit sekali. Tidak ada jajan, tidak pernah punya uang jajan ke sekolah. Makan ya seadanya di rumah. Tapi saya punya niat, motivasi, dan mimpi untuk terus maju,” katanya dalam Chief Talk Okezone, dikutip Kamis (5/10/2023).
Tetap Berjuang
Tingkat ekonomi keluarga Prof. Komarudin yang hanya "tukang dedek" dan penuh keterbatasan ini, tidak lantas membuat dirinya berkecil hati dalam mengenyam pendidikan. Prof. Komarudin tetap semangat dan berjuang dalam menjalani pendidikan. Prof. Komarudin yang menghabiskan masa kecilnya di Desa Bulak, Jatibarang, Indramayu ini, menyelesaikan pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bulak III Indramayu pada tahun 1977. Semasa bersekolah di SDN Bulak III Indramayu, Prof. Komarudin dikenal sebagai siswa yang aktif dalam berorganisasi, olahraga, kegiatan sosial, serta berprestasi. Hal ini dibuktikan dengan predikat lulusan terbaik pada SDN Bulak III Indramayu. Hal yang hampir sama juga dilakukan semasa Prof. Komarudin menempuh pendidikannya di jenjang Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) I Jatibarang Indramayu. Ia kembali menorehkan prestasinya semasa di SMPN I Jatibarang Indramayu dan menjadi lulusan terbaik pada tahun 1981.
Prestasi yang diraih semasa bersekolah di SD dan terutama saat SMP, tidak lepas karena potensi dan ketekunan Prof. Komarudin dalam belajar. Memang, menurutnya kesempatan dan ketekunan belajar di masa SMP jauh lebih baik dibandingkan waktu SD karena kondisi dan tantangan yang berbeda. Semasa SMP, Prof. Komarudin lebih sering tinggal di masjid dekat rumahnya untuk Shalat berjamaah dan belajar ilmu agama selepas salat magrib atau saalat subuh. Sehabis mengaji, pada malam harinya Prof. Komarudin melanjutkan untuk belajar materi pelajaran sekolah. Bahkan teman bermain Prof. Komarudin mengatakan bahwa waktu belajar yang dijalankan Prof. Komarudin terlalu berlebihan. Seringkali belajar lewat dari jam 12 dini hari. Belajar yang berlebihan ini konon karena dua hal, pertama karena tantangan kehidupan yang mendorongnya ingin mengubah hidup lebih baik, dan kedua karena “kurio” atau rasa ingin tahu yang tinggi.