Guru Besar UI Fokus pada Pengobatan Gagal Ginjal, Transplantasi Beri Harapan untuk Pasien

Marieska Harya Virdhani, Jurnalis
Selasa 22 Agustus 2023 10:39 WIB
Guru Besar UI memiliki pemodelan soal transplantasi ginjal (Foto: UI)
Share :

Mengenal Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal di Indonesia yang dimulai sejak 1977 baru meningkat mulai Oktober 2011 sejak dilakukannya pengangkatan ginjal donor dengan Teknik Laparoskopi. Dalam teknik ini, seorang donor hanya dirawat selama 3-4 hari dan sudah dapat beraktvitas kembali setelah satu minggu. Hal ini menyebabkan semakin banyak keluarga dan kerabat penderita gagal ginjal tahap akhir bersedia menjadi donor hidup. Meskipun transplantasi telah dimulai sejak 1977, namun sampai saat ini baru mencapai 1155 tndakan transplantasi ginjal dan sekitar 80% tndakan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM)

 BACA JUGA:

Sejak diresmikannya Gedung Kanigara, saat ini di RSCM, rata-rata dapat dilakukan transplantasi 3-4 kasus per minggu. Hal ini memperpendek dafar tunggu yang sebelumnya 1 tahun menjadi 8 bulan. Masih dibutuhkan 2 kamar operasi khusus untuk transplantasi organ agar memperpendek dafar antrian untuk mengurangi risiko komplikasi selama menunggu giliran transplantasi. Sejak 2014, RSCM telah melakukan pengampuan terhadap 7 rumah sakit pemerintah di seluruh Indonesia, namun hanya 2 rumah sakit yaitu RS Prof IGNG Ngoerah di Bali dan RS Djamil di Padang yang telah dapat mandiri melakukan transplantasi ginjal. Saat ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah memutuskan 17 rumah sakit pemerintah yang ditunjuk untuk mengembangkan transplantasi ginjal.

Perjalanan transplantasi ginjal di RSCM hanya bisa dicapai karena setap unsur yang terlibat baik dokter spesialis dan paramedik (meningkatkan profesionalismenya masing-masing), didukung kebijakan manajemen dalam pelayanan dan keuangan sehingga terjadi sinergi untuk selalu meningkatkan pelayanan transplantasi baik dari sudut kualitas dan jumlahnya. Hal ini dapat menjadi model pelayanan kesehatan di Indonesia yang membutuhkan kerja sama dari berbagai komponen kesehatan atau yang terkait dengan dunia kesehatan untuk mencapai visi Bersama.

“Orientasinya bukan untuk kepentngan pribadi, tetapi untuk kepentngan yang luas. Kemenkes hingga seluruh jajaran yang berhubungan langsung dengan masyarakat, kementrian pendidikan yang membawahi universitas, fakultas kedokteran, dosen, dan seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan dokter umum dan dokter spesialis. Demikian pula profesi kedokteran yang harus tetap menjunjung etka dan moral, harus dapat berinteraksi dengan baik untuk mencapai visi bersama: Indonesia Emas 2045,” ujar Prof. Dr. dr. Nur Rasyid.

Prof. Dr. dr. Nur Rasyid telah lulus pendidikan dokter di FKUI pada 1989. Di kampus yang sama, ia mendapatkan gelar Spesialis Urologi pada 1999. Kemudian, pada 2009 ia mendapatkan gelar doktor di Insttut Pertanian Bogor. Beberapa karya ilmiahnya yang telah dipublikasikan dalam tga tahun terakhir, yaitu Associaton Between De Novo C1q-Binding Donor-Specifc Ant-HLA Antbodies and Clinical Outcomes Afer Kidney Transplantaton: A Meta-Analysis (2023); Mean platelet volume as a predictve marker of erectle dysfuncton: a meta-analysis (20220; dan The Impact of the COVID-19 Pandemic on Urology Practce in Indonesia: A Natonwide Survey (2020).

(Marieska Harya Virdhani)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Edukasi lainnya