Guru Besar UI Fokus pada Pengobatan Gagal Ginjal, Transplantasi Beri Harapan untuk Pasien

Marieska Harya Virdhani, Jurnalis
Selasa 22 Agustus 2023 10:39 WIB
Guru Besar UI memiliki pemodelan soal transplantasi ginjal (Foto: UI)
Share :

 

JAKARTA - Prof. Dr. dr. Nur Rasyid, SpU(K) ditetapkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Urologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI). Pada pengukuhannya tersebut, Prof. Dr. dr. Nur Rasyid fokus pada pengobatan pasien gagal ginjal khususnya transplantasi.

Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Pengembangan Transplantasi Ginjal sebagai Model Pengembangan Kesehatan untuk Menggapai Indonesia Emas 2045" dalam keterangan resmi yang diterima Okezone, Selasa (22/8/2023), dia mengatakan gagal ginjal adalah suatu kondisi saat ginjal kehilangan fungsi-fungsinya, sepert menyaring darah, mengeluarkan limbah, dan mengatur keseimbangan elektrolit dan cairan dalam tubuh. Frekuensi penurunan fungsi ginjal meningkat dengan perubahan perilaku dan gaya hidup yang menyebabkan diabetes, hipertensi, batu saluran kemih, dan infeksi.

 BACA JUGA:

Prevalensi Pasien Gagal Ginjal

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2020, terjadi peningkatan konstan angka penderita penyakit ginjal kronis dari tahun 2018 hingga 2020. Data tersebut menunjukkan bahwa 1.602.059 penduduk Indonesia menderita gagal ginjal dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat.

 BACA JUGA:

Pengobatan Gagal Ginjal

 

Menurut Indonesian Renal Registry (IRR) 2018, saat ini terapi penggant ginjal yang paling banyak dilakukan adalah hemodialisis (HD) atau cuci darah (97%), peritoneal dialysis (2%), dan transplantasi ginjal (1%). Pengeluaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk gagal ginjal terbilang cukup tnggi. Pada periode tahun 2018-2020 mencapai 6,4 triliun rupiah dan terus meningkat sebesar 6,5 triliun rupiah untuk pengeluaran satu tahun di tahun 2021. Biaya pengeluaran untuk gagal ginjal selalu menempat urutan keempat dari total pengeluaran BPJS. Pembiayaan transplantasi ginjal sudah dijamin oleh BPJS Kesehatan sejak tahun 2014 karena dengan transplantasi, biaya yang dikeluarkan BPJS untuk pengobatan gagal ginjal tahap akhir jauh lebih ekonomis (biaya 2,5 sampai 3 tahun HD) setara dengan 1 kali transplantasi dan kualitas hidup yang diperoleh oleh pasien transplantasi jauh lebih baik sehingga pasien dapat beraktvitas normal kembali. 

Mengenal Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal di Indonesia yang dimulai sejak 1977 baru meningkat mulai Oktober 2011 sejak dilakukannya pengangkatan ginjal donor dengan Teknik Laparoskopi. Dalam teknik ini, seorang donor hanya dirawat selama 3-4 hari dan sudah dapat beraktvitas kembali setelah satu minggu. Hal ini menyebabkan semakin banyak keluarga dan kerabat penderita gagal ginjal tahap akhir bersedia menjadi donor hidup. Meskipun transplantasi telah dimulai sejak 1977, namun sampai saat ini baru mencapai 1155 tndakan transplantasi ginjal dan sekitar 80% tndakan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM)

 BACA JUGA:

Sejak diresmikannya Gedung Kanigara, saat ini di RSCM, rata-rata dapat dilakukan transplantasi 3-4 kasus per minggu. Hal ini memperpendek dafar tunggu yang sebelumnya 1 tahun menjadi 8 bulan. Masih dibutuhkan 2 kamar operasi khusus untuk transplantasi organ agar memperpendek dafar antrian untuk mengurangi risiko komplikasi selama menunggu giliran transplantasi. Sejak 2014, RSCM telah melakukan pengampuan terhadap 7 rumah sakit pemerintah di seluruh Indonesia, namun hanya 2 rumah sakit yaitu RS Prof IGNG Ngoerah di Bali dan RS Djamil di Padang yang telah dapat mandiri melakukan transplantasi ginjal. Saat ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah memutuskan 17 rumah sakit pemerintah yang ditunjuk untuk mengembangkan transplantasi ginjal.

Perjalanan transplantasi ginjal di RSCM hanya bisa dicapai karena setap unsur yang terlibat baik dokter spesialis dan paramedik (meningkatkan profesionalismenya masing-masing), didukung kebijakan manajemen dalam pelayanan dan keuangan sehingga terjadi sinergi untuk selalu meningkatkan pelayanan transplantasi baik dari sudut kualitas dan jumlahnya. Hal ini dapat menjadi model pelayanan kesehatan di Indonesia yang membutuhkan kerja sama dari berbagai komponen kesehatan atau yang terkait dengan dunia kesehatan untuk mencapai visi Bersama.

“Orientasinya bukan untuk kepentngan pribadi, tetapi untuk kepentngan yang luas. Kemenkes hingga seluruh jajaran yang berhubungan langsung dengan masyarakat, kementrian pendidikan yang membawahi universitas, fakultas kedokteran, dosen, dan seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan dokter umum dan dokter spesialis. Demikian pula profesi kedokteran yang harus tetap menjunjung etka dan moral, harus dapat berinteraksi dengan baik untuk mencapai visi bersama: Indonesia Emas 2045,” ujar Prof. Dr. dr. Nur Rasyid.

Prof. Dr. dr. Nur Rasyid telah lulus pendidikan dokter di FKUI pada 1989. Di kampus yang sama, ia mendapatkan gelar Spesialis Urologi pada 1999. Kemudian, pada 2009 ia mendapatkan gelar doktor di Insttut Pertanian Bogor. Beberapa karya ilmiahnya yang telah dipublikasikan dalam tga tahun terakhir, yaitu Associaton Between De Novo C1q-Binding Donor-Specifc Ant-HLA Antbodies and Clinical Outcomes Afer Kidney Transplantaton: A Meta-Analysis (2023); Mean platelet volume as a predictve marker of erectle dysfuncton: a meta-analysis (20220; dan The Impact of the COVID-19 Pandemic on Urology Practce in Indonesia: A Natonwide Survey (2020).

(Marieska Harya Virdhani)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Edukasi lainnya