KOTA BATU - Tinggi angka pengangguran bagi alumni SMK di Jawa Timur dari provinsi lain di Indonesia, membuat Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sempat menggodok pendidikan selama empat tahun.
"Dulu sempat diskusi dengan Mendikbud Muhadjir untuk SMK 4 tahun rupanya sedang disiapkan format supaya mendapat dua ijazah," ungkap Khofifah ditemui saat rapat kerja pimpinan Perguruan Tinggi di Kota Batu, Rabu (30/10/2019).
Baca Juga: Agar Tak Menganggur, SMK Harus Ikuti Perkembangan Industri
Nantinya menurut Khofifah format pendidikan empat tahun di SMK akan dikolaborasikan dengan pendidikan D1, sehingga dimungkinkan dengan program SMK dual ini mampu menyerap lapangan pekerjaan sesuai skill yang dimiliki.
"Kalau kemungkinan SMK dual track empat tahun, maka yang satu tahun harus dapat apresiasi D1. Sehingga kalau sekolah empat tahun, yang ingin didapat skill tertentu yang dibutuhkan dunia kerja itu bisa mendapat support," lanjut Khofifah.
Sehingga ketika ada pelajar yang berkualitas, didukung dengan klien perusahaan yang membutuhkan kerja, dan mentor dalam hal ini tenaga pengajar, maka dipastikan akan mampu bersinergi menghasilkan pencari kerja sesuai yang dibutuhkan dunia kerja.
"Saya sering sampaikan ekosistem untuk milineal job center ada talenta, klien, ada mentor format itu terus kembang. Sehingga link and match antara para pencari kerja dengan kebutuhan kerja betul-betul nyambung," tukasnya.
Khofifah Minta Kampus di Jatim Awasi Mahasiswanya dari Paham Radikal
Maraknya paham radikal yang beredar di perguruan tinggi membuat Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta sejumlah pimpinan perguruan tinggi mengawasi mahasiswanya.
"Kemungkinan ada perguruan tinggi tertentu yang sudah terindentifikasi (paham radikal). Sekarang kita hidup di era kebhinekaan maka multikultur itu harus dianggap sebagai kekuatan," ungkapnya.
Maka Khofifah berpesan kepada perguruan tinggi untuk menjaga multikultural yang ada sebagai suatu harmoni yang kuat.
"Pembeda ini mari jadikan kekuatan kita, pada posisi seperti ini bagaimana membangun harmoni interaksi, saya sampaikan Jatim punya sembilan item nawa bakti satya kita, tidak hanya interaksi manusia dengan manusia tapi juga manusia dengan lingkungan dan alam," jelasnya.
Sementara itu Wakil Rektor IV Universitas Brawijaya Moch. Sasmito Djati, pemerintah harus mengklarifikasi pengertian radikal terlebih dahulu.
"Menurut kami harus ada klarifikasi dari pemerintah yang dimaksud radikal apa, kalau dalam bahasa biologi radikal itu akar. Jadi itu sesuatu yang mengakar apakah semua itu jelek. Itu lebih banyak ke bahasa politik," papar Sasmito.
Pihaknya juga memastikan telah melakukan pengawasan terhadap setiap mahasiswa Universitas Brawijaya.
"Setiap hari tetap mengawasi mahasiswa kami, tapi ya sebagai seorang pendidik. Tidak mungkin kami mengontrol anak harus tidak boleh," tukasnya.
(Rani Hardjanti)