"Kalau di lingkungan masyarakat, sistem metrik dengan sistem British masih rancu dalam kehidupan sehari-hari. Kalau kita beli tv, kita pakai ukuran inchi, konversinya berapa, mau 2,5 atau 2,54 centimeter. Kalau kita naik pesawat terbang, saat mau turun pilot selalu menyatakan ketinggian pakai kata-kata kaki. Kadang-kadang ini membuat bingung, PR kita bersama untuk bagaimana kita mensosialisasikan berbagai definisi karena sistem ukuran ini menjadi acuan kepastian," ungkapnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Akreditasi BSN Kukuh Syaefudin Achmad mengungkapkan perubahan mendasar pada definisi ukuran terletak pada bagaimana menjelaskan ukuran tersebut kepada masyarakat, siswa, dan mahasiswa, terutama pada perubahan definisi kilogram yang sebelumnya berdasarkan pada model satu kilogram dari bahan 90 persen platinum dan 10% iridium menjadi setara 1.4755214 x 1040 foton dengan frekuensi yang menyesuaikan jam atom cesium.
"Berkaitan kurikulum kita selama ini terbiasa mengatakan satu kilogram adalah barang yang ada di Paris. Ini penting untuk kita tularkan kepada anak didik kita di sekolah, baik di menengah maupun pendidikan tinggi," jelasnya.
Sebagai informasi, acara Simposium yang juga diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Metrologi Dunia ini turut dihadiri oleh Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Muhammad Dimyati, Direktur Pembelajaran Paristiyanti Nurwardani, Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya, Deputi Bidang Akreditasi BSN Kukuh Syaefudin Achmad, serta para eselon BSN dan peserta dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan.
(Rani Hardjanti)