JAKARTA - Baru-baru ini seorang siswi, Dvijatma Puspita Rahmani tidak naik kelas lantaran mendapat nilai nol di rapor untuk mata pelajaran matematika. Padahal, siswi SMAN 4 Bandung ini turut andil dalam olimpiade biologi mewakili sekolahnya.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti mengungkapkan, perlakuan sekolah kepada Puspita merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak siswa. Pasalnya, tidak hadirnya Puspita ke sekolah lantaran alasan yang jelas, yakni didiagnosis terkena Astigmat Miop Compositus ODS dan Sikatrik Kornea ODS.
"Memberi nol dan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki, melengkapi, dan menyusulkan tugas yang belum sempurna jelas melanggar hak siswa," terang Retno dihubungi Okezone, Senin (5/9/2016).
Retno menjelaskan, pelanggaran tersebut dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, guru tidak memahami dan salah tafsir kurikulum 2013 yang mewajibkan memproses dan menganalisis penilaian kepada siswa secara portofolio. Menurutnya, keadaan siswa yang sakit, apalagi menjadi peserta olimpiade biologi seharusnya menjadi indikator adanya fleksibilitas terhadap keterlambatan pengumpulan tugas.
"Kedua, kewajiban guru memiliki komptensi dan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional telah diatur pada Undang-Undang Guru dan Dosen. Sehingga ketidakmampuan guru menjalankan tuntutan kurikulum adalah persolan besar dan serius," paparnya.
Bentuk pelanggaran hak siswa lainnya dalam kasus Puspita, tutur Retno, yakni tidak memberi kesempatan kepada siswa mengumpulkan tugas secara susulan, sangat berpotensi mematikan kreativitas siswa. Bahkan, kesalahan proses pelayanan dan sistem pengolahan nilai yang berdampak munculnya nilai nol termasuk perbuatan melanggar hukum dan kode etik guru.
"Mengingat adanya bukti perlakuan kepada siswa yang didahului dengan penolakan memberi kesempatan menyempurnakan tugas, adanya pemberian nilai nol, dan berakibat siswa tidak naik kelas, maka ditinjau dari hubungan sebab akibat telah layak diselesaikan melalui proses hukum," ujarnya.
Retno menambahkan, dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 20 yang berbunyi, “Guru dalam menjalankan tugas profesionalnya wajib menjunjung tinggi hukum, peraturan perundang-undangan, etika, moral, dan nilai-nilai yang sudah diterima oleh masyarakat. Oleh sebab itu, memahami dan memaklumi siswa yang kurang berdaya karena sedang ditimpa penyakit dengan cara memberi kesempatan merupakan hal yang lumrah dilakukan guru.”
"Saya ingin mendampingi kasus Puspita ini. Karena ada dugaan yang kuat telah terjadi kesalahan dalam proses dan sistem pengolahan nilai di sekolah tersebut," simpulnya. (ira)
(Susi Fatimah)