JAKARTA – Peringatan Tahun Baru Imlek secara nasional menambah warna budaya tersendiri di Tanah Air. Apalagi, Etnis Tionghoa sudah masuk ke Indonesia sejak ratusan tahun lalu, sehingga kebudayaannya sudah sangat familier di tengah masyarakat.
Kepala Pusat Kajian Budaya Tionghoa (PKBT) Universitas Tarumanagara (Untar) Profesor Dr Ir Dali S Naga, M.M.SI. mengatakan, salah satu budaya Tionghoa yang masih melekat dan harus dilestarikan dari waktu ke waktu adalah Konfusius. Menurut dia, ajaran tersebut berkaitan erat dengan budi pekerti dan etika.
"Konfusius ingin membuat masyarakat yang teratur dengan cara yang etis melalui pembinaan diri. Misalnya, hubungan antara orangtua dan anak, seorang anak harus berbakti, sedangkan orangtua membimbing yang muda. Ajaran tersebut bersifat universal dan bisa diterima oleh setiap orang," ujarnya kepada Okezone, belum lama ini.
Profesor Dali mengungkapkan, pada dasarnya budaya Tionghoa berkutat di sekitar etika Konfusius untuk hal-hal yang baik. Budaya tersebut juga mengajarkan untuk mengetahui kedudukan dan peran masing-masing.
Sedangkan untuk tradisi-tradisi Tionghoa dari para leluhur, kata Profesor Dali, bergantung pada ajaran keluarga dan orangtua masing-masing anak. Secara umum, saat ini yang masih berpegang kuat dengan tradisi leluhur biasanya dari golongan kakek, sementara anak dan cucunya sudah mulai dipengaruhi dengan budaya modern.
"Kebanyakan kakeknya masih memegang tradisi, tapi kalau sudah cucunya lain, di sini saja mereka sudah menjadi anak Jakarta," terangnya.
Mantan Rektor Untar tersebut menambahkan, untuk mempertahankan ajaran Konfusius yang harus dilakukan oleh orangtua adalah melalui keteladanan dan pendidikan. Tak hanya itu, sekolah juga berperan menanamkan tata krama yang baik.
"Tetapi, budaya juga harus disesuaikan dengan zaman, karena saat ini masih ada juga yang terpaku dengan kebiasaan kuno. Misalnya, dulu orangtua sakit mau minum obat anaknya harus mencicipi dahulu, tapi sekaramg kan tidak," tukasnya. (ira)
(Rifa Nadia Nurfuadah)